Bokushinu Volume 1 Chapter 4 - Sekkinokyou

Latest

Fans Tranlation LN/WN Bahasa Indonesia

Selasa, 01 Agustus 2017

Bokushinu Volume 1 Chapter 4

 

Chapter 4 - Hari Ini, Aku Ada Kencan. Sejujurnya, Aku Merasa Tegang.


Sudah satu setengah bulan sejak aku mulai menjalani hidup bersama Hikari Yumesaki.


Perlahan, aku mulai terbiasa hidup dengan dirinya. Apa hidupku tenteram tanpa masalah apa pun ...? Tidak! Setidaknya aku bisa memahami itu.

"Aku ini sedang apa ...."

Ini hari Minggu di pertengahan akhir bulan Mei.

Tapi sekarang, aku terlibat dalam kerja bakti untuk membersihkan lingkungan.

"Wah~, sebuah perkembangan tidak terduga melihat anak muda mau ikut serta pada kegiatan semacam ini! Kamu anak yang baik walau wajahmu menakutkan~!"

Kata seorang bapak tua dari dewan kota. Dan entah dia sedang memujiku atau mengejekku.

"Oi, pak tua! Jangan buang sampah sembarangan"

"Eh! Maaf!"

Tidak begitu jauh dariku, sebuah aksi yang tidak disangka sedang berlangsung. Geng berandalan dengan berbagai jenis rambut yang diwarnai, mengenakan jersi, memegang kantong sampah sambil membersihkan saluran air. Mereka adalah para berandalan yang dipimpin oleh si rambut 'mohawk', dan yang meneriaki bapak tua barusan adalah salah satu dari mereka, meski begitu, yah, biarlah.

"Kenapa malah jadi begini?"

Walau sampai menggerutu, tapi aku paham kenapa semuanya malah jadi begini.

Hikari Yumesaki.

Tampaknya gadis itu risih melihatku tidak disukai oleh para tetangga, hingga dia pun berkeliaran melakukan kerja bakti di jalan-jalan. Itu sebabnya, separuh dari akhir pekanku pun perlahan berkurang. Bukan berarti dia sudah berbuat hal buruk kali ini, makanya sulit bagiku untuk menggerutu soal ini.

"Bos Sakamoto! Sampah di daerah sini sudah bersih."

“Oh, bagus. Cepat bantu nenek yang ada di sana”

"Siap!"

Jawab si rambut 'mohawk' dengan antusias, lalu berlari ke sekumpulan orang di sana.

Entah kenapa, orang itu malah menjadi bawahanku, dan kapan pun kami bertemu, dia akan berseru, "Semua beres, Bos!" padaku. Aku bukan anggota 'yakuza', tahu?!

Biarpun begitu, aku pernah sekali bertanya tentang niatnya setelah menggoda para gadis, dan dia menjawab, "Aku akan berfoto bareng dan menjadikannya sebagai 'screensaver', lalu menikmatinya sendiri!" yah, itu impian yang cukup payah. Kalau itu aku, aku pasti meminta (1), (1).

Saat ini, si rambut 'mohawk' sedang disuruh-suruh oleh para nenek, yang kelihatannya sangat sibuk. Aku pun berpaling dari pemandangan tidak berguna itu lalu mendongakkan kepala menatap langit. Langitnya cerah tanpa satu pun awan terlihat. Namun aku justru mendesah.

Alasannya? Tentu saja. Ini semua karena dia.

Hikari Yumesaki.

Kupikir dia akan mulai tenang, tapi tingkah acaknya itu tidak bisa ditebak dan skalanya meningkat, ditambah, tindakannya belakangan ini telah merusak reputasiku.

Kontribusi kemenangan Sexy Dream meningkat setiap dua hari, dan aku merasa jadi semakin kuat. Seolah dia berlatih untuk memperkuat tubuh.

Dan di sisi lainnya, lingkup pergaulanku mulai meluas, bahkan jumlah nomor perempuan yang tersimpan di ponsel-ku berangsur meningkat. Makanya aku mendapat beberapa pesan tidak dikenal setiap harinya.

Sebagai contoh,

[Belanja beberapa pakaian, yuk.]

[Ayo ke karaoke!] dan segala macam pesan yang serupa.

Aku lalu memeriksa kotak pesan terkirimku.

[Aku mau berduet dengan Mii! *Cup*]

Dan kutemukan pesan semacam itu. Yang ini sungguh mengerikan. Siapa pun akan ketakutan dan melarikan diri jika menerima pesan semacam itu dari berandalan berwajah menyeramkan.

Di samping itu, sedikit demi sedikit dia mengotak-atik kamarku (tapi tidak pernah membereskannya), dan dia sangat teliti dalam merawat rambutku (bahkan sampai ke bulu kaki). Aku pernah menerima sebuah paket besar, dan menyadari kalau itu berisi 'dakimakura' (bahkan dia berani mengeluarkannya untuk dijemur, hingga membuat sebuah penilaian publik terhadapku). Ada bermacam hal yang sudah membuat reputasiku hancur.

Oh, ditambah, papan 'puzzle' putih itu masih dikerjakan dengan kecepatan siput, walau setidaknya masih dalam arahan yang benar. Sekarang, kata kata yang tertulis pada puzzle itu adalah,

-

    Aku malu kalau memakai celana dalam, tapi kalau baju renang sih, tidak apa-apa!

-

Apa sebenarnya yang ada di pikiran gadis itu?

Terlebih, jumlah teman lelakiku kini telah meningkat.

-

    Ketika mengobrol soal hal mesum bersama para lelaki, aku harus bersikap seperti apa?

-

Apa pun itu, aku menjawab. "Cobalah menjadi pria macho."

-

    Memangnya kamu masih macho setelah menonton anime mesum?

-

Entah dari mana hal ini terungkap. Ini salah satu kesalahanku karena membiarkan dia tahu tentang keberadaan folder 'anime' itu.

... hidupku pun berubah drastis selepas hari itu.

"Hikari Yumesaki?"

Pikiranku mulai membayangkan wajah gadis yang belum pernah kutemui ini, lalu entah kenapa, bisa kulihat seorang gadis cantik dengan wajah memesona, dan karena hal inilah aku hanya bisa menggelengkan kepala kuat-kuat agar pikiran tersebut hilang. Jangan pikirkan itu! Aku tidak peduli tentang penampilannya! Lagi pula, kita tidak akan pernah bertemu. 

Aku bergumam sendiri sewaktu memungut kaleng kosong di saluran air dengan menggunakan penjepit, lalu dengan emosi membuangnya ke kantong sampah.


*****


-

    Kasumi manis sekali! Benar-benar manis!

-

Dan pada hari hari itu, kata-kata tersebut tertulis.

"Belakangan ini kamu jadi sering membicarakan Kasumi."

Matahari pagi mulai semakin terang, aku menyipitkan mata sambil menulis di buku catatan.

Kasumi, teman sekelasku

Tampaknya interaksi dengan dirinya telah meningkat belakangan ini.

Salah satunya adalah di mana kami akhirnya duduk bersebelahan dan sering mengobrol satu sama lain, bahkan kami pun mulai sering bertukar SMS. Entah apa memang dia punya banyak hewan favorit, tapi isi surel-ku dipenuhi bermacam gambar pinguin dan hamster yang menggemaskan. Surel semacam itu terasa manis sekali. Cocok dengan kepribadian seorang gadis. Sebaliknya, isi surel-ku berisi gambar tidak berguna termasuk ulat, membuatku bertanya-tanya, apa dia ini anak SD? Aku tidak bisa membayangkan kalau mereka berdua sama-sama gadis. Belajarlah tentang kewajaran!

Di samping itu, Kasumi biasanya membuatkan bekal untukku, hingga kami pun makan bersama dibarengi tatapan hangat dari orang-orang.

-

    Aku jadi mau memakanmu, eh, bukan, maksudku bekal yang kamu buat~!

-

Dan tampak ada kalanya Hikari Yumesaki menyerukan omong kosong itu. Bisa saja aku dituntut karena pelecehan seksual! Jangan bertingkah seolah ini tidak ada hubungannya dengan mu!

Gara-gara semua itu, para lelaki di kelas melayangkan tatapan geram. "Kalian berdua pacaran, ya? Jadi kamu pacaran dengan Kasumi?" Bahkan para gadis ikut memancarkan tatapan laser penuh pertanyaan yang mengurangi HP-ku tiap harinya.

"kamu suka sama dia, ya?"

Dan topik hari ini berkutat tentang Kasumi, sesuai dengan yang ditulisnya.

-

    Tubuh mungil itu menggemaskan!

    Tampak dari depan maupun belakang, Kasumi itu sangat Moe~!

    Pakaian olahraga + maraton + sikap manis + sepasang Payudara = Serangan payudara besar

    Empuk sekali! Ternyata rasanya sangat empuk sewaktu dia mengizinkanku meraba keduanya

    Rasa ingin kucumbu saja!

-

Hah ....

"... eh?"

Mengizinkanku ... meraba ...?

....

"Haaahhh?!"

Tunggu! Tunggu dulu!

Kamu bilang apa tadi?! Mengizinkanku meraba?!

"Si bodoh itu! Apa yang dia lakukan?!"

Pikiran peningku langsung pulih.

Si otak udang itu! Bisa-bisanya dia berbuat seperti itu!

Dalam kepanikanku, aku lanjut membaca.

"Itu hanya bercanda, lo. Selama pertandingan voli, ketika bola smes mengenai dirinya, payudaranya itu berayun kencang seperti tertiup angin! Karena menarik, jadi kucoba untuk menyerang ke arahnya beberapa kali! Entah kenapa dia tampak malu, tapi tidak terlalu, (Mata berbinar)"

Tidak, itu tidak bagus! Berhati-hatilah lain kali!

Lalu di bawahnya, dia menulis.

-

    Kasumi sebenarnya cukup lumayan. Punya payudaranya besar, dan kakinya saat itu selembut sutera.

-

"Ada apa dengan 'saat itu'?! Memangnya saat itu kenapa?!"

Hikari Yumesaki mungkin berharap aku membalas di titik ini, dan dia memberiku penjelasan di buku catatan.

    "Guhehehe, biar kuajari sesuatu pada dirimu yang manis dan lugu itu, Sakamoto. Gadis semacam itu tidak tahan jika dilecehkan, dan dirinya memiliki nafsu seksual yang lebih menggebu dibanding orang biasa. Semua orang punya kebutuhannya sendiri-sendiri, jadi kamu tidak perlu khawatir jika digugat!"

"Sudah cukup, bodoh ...."

Mataku terus menelusuri seluruh isi buku catatan.

-

    Dan kamu mirip tokoh LN favoritku, Sakamoto. Maka dari itu, hal ini jelas tidak akan jadi masalah!

-


"Apa yang harus kulakukan dengan ini?"

Ekspresi seperti apa yang harus kutunjukkan saat berangkat sekolah?

Aku bisa mendengar kicauan sekumpulan burung pipit dari jendela, dan itu terdengar seperti BGM perjalanan ke neraka.

Ah, rasanya aku tidak mau ke sekolah.


*****


"Majulah saat tidak ada siapa-siapa."

"Ta-tapi, tapi kalau aku ditolak ...."

"Tidak apa-apa! Bangkitkan keberanianmu!"

Pelajaran yang bagai sesi hipnotis selama musim panas itu pun berakhir, dan kini waktunya pulang sekolah.

Karena tidak tertarik ikut serta dalam kegiatan klub, aku berniat pulang seperti biasa. Namun sekarang, ada kekuatan luar biasa menghambat langkah kakiku.

Alasannya adalah gadis-gadis itu tidak begitu jauh dariku.

"Hei, Kasumi, cepat! Nanti Sakamoto pulang duluan, lo."

"Benar juga!"

"Semangat!"

Belakangan ini ada tren 'protagonis LN dan manga yang tidak peka terhadap perasaan sang gadis', dan entah kenapa itu amat populer. Sayangnya, Sakamoto yang hina ini memiliki kepribadian serta pendengaran sesensitif wanita, dan aku sekarang berada dalam dilema karena mendengar yang mereka bicarakan. Apa aku harus pulang atau tetap di sini saja? Jika mau mendatangiku, cepatlah! Aku sudah berusaha mengulur waktu dengan memandangi surel berantai di ponsel-ku, atau mengeluarmasukkan buku pelajaranku. Tapi kini sudah hampir mencapai batasku. Susah untuk pura-pura tidak mendengar.

"Baiklah, ayo maju!"

"Awawah!"

Aku melirik ke arah gadis-gadis tersebut, dan tampaknya mereka sepakat untuk mendorongnya.

Lalu seorang gadis mungil yang didorong tersebut tersandung ke arahku.

Matanya bergerak liar seperti laba-laba peloncat, wajahnya sangat cerah.

"Hm? Ada apa?"

Pokoknya bicara saja dulu.

"Ah, eng, kamu sudah mau pulang?"

"I-iya."

"Ka-kalau begitu, boleh pulang ... bareng ...?"

"Oh, boleh ...."

Ada apa dengan obrolan memalukan ini?

Setelah menyelesaikan manis pahitnya percakapan ini, kami segera meninggalkan kelas diiringi tatapan berbinar dari beberapa gadis. Kami lalu bertahan dari tatapan penasaran di belakang kami sewaktu berjalan menuju loker sepatu. "Maaf ...." Kasumi meminta maaf, dan dia tampak begitu menggemaskan.

Sekarang rasanya aku mulai mengerti alasan dia tertarik pada gadis ini.


*****


Dan setelah meninggalkan sekolah, kami pun beristirahat di taman.

Kasumi berkata, "Temanku bilang kalau es krim di sini enak ...," yang membuatku tanpa sadar terpekik. Dan akhirnya kami membeli dua 'cup' es krim dari toko, kemudian duduk di bangku taman.

Sinar senja terasa hangat, tapi sepoi anginnya terasa dingin.

Dan es krimnya sudah pasti terasa dingin. Intinya, aku serasa membeku sekarang.

Pilihan yang salah untuk membeli es krim di cuaca semacam ini. Iya, 'kan? Aku sampai bertanya-tanya sewaktu memandangi orang berlalu-lalang. Lagi pula, apa situasi sekarang bisa disebut kencan? Hei anjing, beritahu aku.

"La-lalu, kakak perempuanku, itu .... "

Kasumi berusaha semampunya untuk bisa mengobrol denganku, namun dia sering tergagap karena begitu gugup. Dan aku tidak bisa mendengar separuh yang dia katakan. Aku memang punya kekurangan besar karena tidak bisa berkomunikasi dengan orang lain, tapi aku harus berbuat apa di situasi seperti ini?

"Da-dalam situasi seperti ini ... ha-ha-ha ... syuuu."

Sebuah bersin menggemaskan terdengar di telingaku.

Bicara soal bersin, pernah suatu ketika ada perban melingkar di kepalaku, karena itu aku bertanya pada Hikari Yumesaki apa dia habis berkelahi.

-

    Aku bersin terlalu keras hingga menyakiti diri sendiri.

-

Dan itulah jawabnya padaku.

Ya ampun. Bahkan sekalipun itu orang dewasa, kamu tidak akan bersin sekeras itu

"...."

Di situasi semacam ini, seorang pria harus memakaikan jaket padanya.

Aku berusaha membuka kancing jaketku, tapi tidak bisa karena kedua tanganku membeku. Sial.

"Ah ...."

Akan bagus jika Kasumi tidak sadar bahwa aku berusaha membuka jaketku. Namun sayang, sepertinya dia tahu.

Aku terlalu mengkhawatirkan kancing yang sulit kulepas ini, dan kini, diiringi Kasumi yang menatapku cemas, aku malah menjadi semakin panik, hingga jadi tidak bisa kulepas. Ah, sial. Ini sangat memalukan. Rasanya mau mati saja! Beberapa orang bilang kalau dua sejoli yang kikuk tidak seharusnya bersama, dan inilah contoh klasiknya. Akan lebih baik jika salah satu pihak bersikap cukup cuek pada hal semacam ini, tapi kenapa justru dua-duanya jadi terlalu peka?

"Nih, pakai."

Setelah melalui dua menit pergulatan sengit (di mana kami berdua hening), akhirnya aku bisa melepas jaketku dan mengenakannya di bahu Kasumi.

"Te-terima kasih ..."

Dengan malu-malu dia melirikku dan berterima kasih. Tampaknya kerja kerasku telah terbayar.

Akan tetapi,

"Hasyuuu!"

Aku kedinginan

Aku kedinginan karena hanya mengenakan kaos oblong.

Dan ketika kuperhatikan kaosku ini sungguh-sungguh, kusadari kalau tergambar sebuah desain memalukan berupa 'Alien Udon' pada kaosku. Hanya gadis itu yang bisa membeli hal semacam ini. Aku membeku sekaligus merasa malu saat ini! Apa yang harus kulakukan?

"... eh?"

Ketika aku panik, sesuatu yang tidak disangka terjadi.

"... nnn ...."

Seseorang bersandar ke tubuhku yang menggigil. Tentu saja, itu bukan siapa-siapa melainkan Kasumi seorang.

Jujur, gadis seukurannya itu tidak akan begitu menimbulkan banyak dampak, tapi nyatanya, aku merasa hangat di area lain. Lebih tepatnya, terasa panas!

"Terima kasih ...."

Rasanya aneh sewaktu berterima kasih padanya, tapi aku harus mengatakan sesuatu supaya suasanya tidak menjadi canggung.

Bahaya. Parfum gadis ini wangi sekali ....

"Sakamoto, apa kamu melatih tubuhmu?"

"Ya-yah, be-begitulah."

"Begitu, ya ...."

Dan kami berdua pun terdiam dalam suasana canggung.

Gawat. Detak jantungku jadi tidak menentu. Apa aku sedang sekarat? Apa aku akan mati?

"Aku selalu salah mengira tentangmu, Sakamoto."

"Hmm?"

Gadis itu menempelkan kepalanya ke dadaku dan lanjut berbisik.

"Aku selalu mengira kamu itu dingin, menakutkan, dan, yah, bukan orang baik-baik.'

"Hmm, oh ...."

Yah, terserahlah.

Perlahan aku semakin akrab dengan penghuni kelas, walau sebelumnya aku pernah menjadi berandalan yang dikucilkan orang-orang. Jadi wajar kalau kasumi berpikir seperti itu, dan jelas dia merasa takut padaku. Begitulah pikirku.

"Tapi itu tidak benar, kamu sebenarnya berkemauan keras, bisa diandalkan, seorang pemberani, Sakamoto. Kamu sangat tinggi, sangat tampan, menarik, dan terkadang menggemaskan, meski mungkin sedikit mesum, tapi aku tidak keberatan, lalu ..."

Dia mengatakan beberapa hal di luar perkiraan, tapi kurasa akan lebih baik kalau dia menghentikannya saja. Karena jika terus seperti ini, omongan tadi pasti akan berkembang menjadi ocehan gila.

"Aku tidak tahu kalau kamu orang yang luar biasa, Sakamoto .... Jadi, yah ...."

Kasumi kini sedang menumpukkan pujian mengenai anggapannya tentangku.

Luar biasa ..., ya?

"Tidak, ini tidak seperti ... Sakamoto.”

"Ya, aku pun tidak tahu bisa jadi seperti ini."

Inilah aku. Setidaknya begitu

Aku dikucilkan oleh seluruh penghuni kelas, tidak punya satu pun teman, dan dianggap biang masalah oleh sekitarku.

Aku tidak pernah memikirkan ini sebelumnya, bahwa aku yang penyendiri ini, bisa menjadi pahlawan.

"Orang itu sangat hebat."

"Sakamoto?"

Kasumi melirik ke arahku, menunjukkan pandangan tidak nyaman, dan membuatku sadar.

Ah, sial, aku malah memikirkan yang aneh-aneh.

"Ah, ma-maaf, bukan apa-apa"

"Be-begitu, ya?"

Dan setelahnya, kami melanjutkan percakapan ini dengan kikuk seperti sebelumnya. Langit semakin gelap hingga kami memutuskan untuk pulang.

Ketika hendak pergi, Kasumi berbisik, "Selalu saja ...," dan kumiringkan kepalaku dalam keheranan, disertai raut wajah cemas. "Dah ...," ucapnya Kasumi sambil menunjukkan wajah kecewa, kemudian pulang.

Yang barusan itu apa? 'Give and take ....' apalah yang dia katakan di akhir tadi membuatku penasaran.


*****


-

    Sebuah keharusan untuk berlatih dalam hal penampilan! Ketua!

-

"Ya."

Dua hari kemudian. Hari berlanjut tanpa hambatan

Hikari Yumesaki lanjut menulis banyak hal mengesalkan di buku catatan dengan perilaku menjengkelkan disertai nada angkuhnya yang biasa.

"Kamu masih berani berkata begitu padahal yang kamu beli adalah kaos macam itu?"

Sejujurnya, kepekaan orang ini terhadap mode sama sekali tidak bisa dipercaya.

Aku memandang ke arah benda-benda kecil yang terus bertambah jumlahnya dari waktu ke waktu, dan sayangnya, kusadari bahwa aku dan dia memiliki selera yang jauh berbeda.

Sama halnya ketika dia membeli tanaman hias, dia ragu apa mau membeli kaktus atau singkong, dan tidak tahu kenapa, dia malah membeli peterseli. Aku sungguh tidak mengerti hal ini. Untuk apa? Apa untuk dimakan? Apa bisa dimakan saat sudah berkembang? Lagi pula aku benci sekali peterseli.

Aku pun lanjut menulis kalimat penolakan sembari merenung, lalu dua hari kemudian, aku justru melihat jawaban yang tidak diduga,  

"Tidak! Para gadis tidak akan mempermasalahkannya jika kamu tidak berpakaian yang layak? Kamu itu sebenarnya tampan, percaya dirilah!"

"...."

Eh, sungguh?

Rasanya aku sudah terlalu banyak menyimak kata-katanya.

Tidak, aku tidak begitu menyimaknya.

Yang dia tulis selanjutnya adalah,

-
    Bagiku, kamu ada di peringkat dua dalam hal meluluhkan hati, Sakamoto!

-

Entah kenapa pemeringkatan ini membuatku geli.

Aku memandang ke arah sofa, dan di sana ada satu setel pakaian yang disiapkan.

Di atasnya tertinggal catatan,

-

    Aku berencana untuk membuatmu tampan, Sakamoto! Jika mengikutinya, kamu pasti akan terkenal sebagai pasangan saudara yang elok! Aku juga membelikan adikmu pakaian, jadi ajak dia memakainya!

-

Dilihat dari dekat, kutemukan gaun ala barat terletak di sebelahnya.

"Yah, karena dia sudah membelinya ...."

Aku merasa dicurangi di sini, tapi karena dia khusus membelikannya untuk kami berdua, dan kupikir sayang jika tidak dicoba, maka kuputuskan untuk memakainya. Rupanya ini adalah pakaian musim panas.

"Eh? Tidak begitu lusuh, 'kan?"

Berbeda dengan perkiraanku, aku tidak merasa kalau diriku terlihat buruk saat bercermin sewaktu mengenakan pakaian ini. Rasanya seperti aku bisa melakukan apa pun yang aku mau. Lagi pula, Hikari Yumesaki, mengapa dia membeli pakaian macam itu padahal kepekaannya akan mode juga tidak begitu bagus?

"Hehe, terasa lebih baik sekarang."

Aku memang bukan tipe pemerhati mode, tapi setelah memakai ini, entah kenapa aku merasa segar, dan ini bukanlah hal buruk. Aku mencoba berpose seperti model *cling*! Haha, kamu pasti bisa jadi model, Akatsuki Sakamoto!

"Oh, iya, Yukiko juga punya satu."

Mumpung ingat, kubawakan gaun itu untuk adikku, lalu menuju ke kamarnya tanpa hambatan.

Anak itu sebenarnya juga lumayan, dan kalau mau sedikit saja berdandan, dia pasti akan terlihat lebih manis. Terasa menyenangkan jika melihat adikku sedikit lebih manis.

"Oi, yukiko! Boleh minta waktu sebentar?"

Mungkin aku sedang terlalu bersemangat.

"Nnn ... uuu ... ahhnn ...."

"Aku masuk ..., ya? Eh?"

Dan itulah alasannya aku jadi bertindak terlalu gegabah.

"Lagi .... Jangan ..."

"... kenapa sampai bersuara begitu?"

Kufokuskan telingaku sambil mendengar desahan adikku dari dalam kamarnya.

"Mmm ..., di sana .... Jangan .... Ahhh ...."

"Apa kamu sedang menelepon? Terserahlah."

Dan saat mengatakannya, aku menjadi orang yang terlalu gegabah.

Kututup telingaku dan mengabaikan suara peringatan tadi. Sambil memosisikan tanganku di kenop pintu tanpa ragu, aku langsung membuka pintu.

Dan aku pun melihatnya.





Ya–

Adik perempuanku berbaring di ranjang dengan setengah telanjang dibarengi wajah yang memerah, sambil berliuran, ketiaknya terlihat seakan memberi pemandangan menantang ketika ber-skype ria–!

"Begitu lagi, berapa kali harus kukatakan?! Ini adalah adegan di mana Akihoshi dilecehkan oleh teman lelaki sedari kecilnya! Ini adegan penting, dan ilustrasinya harus pas!"

Adikku kini berbaring di depan komputer, tidak menyadari keberadaanku sewaktu lanjut mengerang.

"Bukan itu. Aku butuh lebih .... Lagi pula, itu tidak cukup bernafsu! Aku mau lebih mesum lagi! LN ini didasari oleh standar itu! Kenapa kamu tidak paham juga?!"

Lalu, adikku kembali melanjutkan perilakunya tadi.

"Astaga, pemahamanmu itu masih saja kurang! Akan kuberi demonstrasi yang pas, jadi perhatikan! Di halaman 72, di sana! Ini adegan terpenting!! Adegannya kira-kira seperti ini, baju Akihoshi sudah compang-camping, ketiaknya sudah tersingkap penuh, wajahnya terlihat begitu bernafsu, lalu, 'Hnnng, ahhhn ...,' selagi dipaksa ciuman oleh teman masa kecilnya dan dipeluk erat– wuaaaaahhh?! Kakak!? Kapan masuknya?!"

"Ma-maaf ... mengganggumu ...."

Kini adikku telah menyadari keberadaanku. Secara tidak sengaja kucengkeram gaun baru tadi sembari melangkah mundur.

"Tunggu, Kak! Kamu salah paham! Hei, tunggu!"

"Tidak, tidak apa-apa! Aku memang tidak tahu ada apa, tapi itu tidak masalah!"

"A-apa yang kamu katakan?! Bukan itu–"

"Ya sudah, maaf!"

"Ka–"

–*brak*!

Tanpa mendengar penjelasan darinya, kututup pintu dan balik ke kamarku, lalu kembali memakai baju biasa.

Kurasa ketinggian sangat penting jika menyangkut cara berpakaian yang cerdas.

Lalu, aku menunggu sampai dua hari kemudian, dan melihat sebuah pesan di buku catatan,

-

    Kenapa aku menerima pesan aneh dari adikmu? Ada kejadian apa?

-

Setelah itu buru-buru kuambil ponsel-ku dan melihat pesannya,

[Bukan seperti itu kejadiannya! Pemahaman ilustratornya itu terlalu lemah. Jadi aku harus mengunakan Skype untuk menjelaskannya! Orang itu juga ternyata bodoh! Aku melakukannya bukan karena kemauan sendiri! Jangan salah sangka!]

Memangnya aku bisa tahu.

Aku pun memakai baju seragam SMA-ku dengan santai. Hmm, seragam sekolah memang yang terbaik. Sama sekali tidak punya kekurangan.

Lalu, hal ini terjadi di hari yang berbeda.

"Bukan seperti ini kemarin! Eng, waktu itu aku dimintai tolong kakak perempuanku! Aku tidak tertarik pada hal semacam itu!"

Saat aku hendak berangkat ke sekolah, Kasumi menjelaskan ini dengan penuh ketakutan padaku.

Lagi-lagi kemarin?

"Eh, ah ... (terjadi sesuatu) yah, lagi pula tidak ada masalah, 'kan? Aku tidak begitu peduli."

Rasanya aku mulai merasa kebingungan akhir-akhir ini.

"Bagus jika kamu mengerti .... Hmm ..., kumohon tidak usah ditunggu ...."

Ucap Kasumi sambil terengah-engah, namun tampaknya dia sudah tenang sekarang.

Akan tetapi, sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu sewaktu menundukkan kepalanya, terlihat gelisah seraya menggerakkan jari-jarinya, kemudian lanjut berkata,

"Sa-Sakamoto, apa kamu punya ... ketertarikan pada hal semacam itu ...?"

"Eh? Ah, ah ...."

Sial. Jangan pertanyaan ambigu ini lagi. Tampaknya aku harus bertaruh di sini.

"Hmm, yah, kurasa begitu, aku memang punya."

Bagaimana kira-kira tanggapannya?

"Eh? Kamu punya?"

Hah? Apa kali ini aku salah lagi?

"Be-begitu, ya? Jadi kamu tertarik dengan hal macam itu .... Ka-kalau begitu, kurasa aku juga punya ...."

"'Kalau begitu'?"

"Bu-bukan apa-apa! Bukan apa-apa! Tidak usah dipikirkan!"

Setelah mengatakan itu, dia pun berlari.

"Kali ini ada apa dengannya?"

Itu sebabnya, aku pun menulis soal ini di buku catatan.

Dua hari kemudian, jawaban yang kudapat adalah–

-

    Aku sedang melihat-lihat area perbelanjaan di sekitar bagian video dewasa, dan kebetulan bertemu Kasumi di sana.

-

"Oiiiiiii? Momen canggung seperti itu sungguh terjadi?!"

Ini bukanlah hal yang biasa!

-

    Kasumi terlihat sangat mencurigakan.

    "Bukan seperti itu ceritanya! Aku disini karena dimintai tolong kakakku! Dia itu orang yang sangat mesum!"

    ... dia mengatakan alasan yang meragukan itu berulang kali, dan tidak terlihat niat untuk mengakuinya.

    Namun, aku bilang padanya,

    "Aku penasaran apa gergaji bundar itu adalah senjata yang digunakan untuk membunuh."

    Lalu dia pun dengan susah payah berusaha mengambil senjata tersebut. Cara dia melakukannya begitu menggemaskan, karena itu kuputuskan mengambilnya langsung dan menahan pelaku ini. Kalau kamu mau tahu di mana senjata pembunuh itu, berikan dulu Koala March.

-  

"Dasar perempuan bodoh ...."

Aku teringat percakapan kami di hari itu, dan hanya bisa ke pasar swalayan dengan murung untuk membeli beberapa kue.

Tidak, kurasa aku masih penasaran tentang itu. Iya, 'kan?


*****


Aku memang sudah sering disiksa oleh Hikari yumesaki, tapi ada masanya ketika aku bisa berkuasa. Dan tentu saja, masa itu tidak bertahan lama.

Pernah ketika aku sampai mendecakkan lidah, membersihkan kekacauan yang Hikari Yumesaki tinggalkan dan hamburkan ke mana-mana. Dan di bawah kasur, tempat yang biasanya tidak kuhiraukan, tampak ada sebuah LN.

"... oho."

Itu yang ada di benakku setelah membaca daftar isinya.

"I- ini ...!"

Kutelusuri sebuah halaman pada LN ini.

"Hmm ...."

Di situ tertulis,

-

    "Akihoshi, aku minta putus."

    "A-apa maksudmu, Yukio?!"

    "Aku tahu kalau kamu berhubungan dengan wanita lain di belakangku ...."

    "–!"

    "Terima kasih sudah menjadi pacarku. Selamat tinggal, Akihoshi."

    "Tung-tunggu! Hei, kenapa kamu naik ke atap?! Kamu mau bunuh diri?!"

    "Maaf, tapi mulai sekarang, aku akan sendirian–"

-

"... pfft ... pfffffffttt ... pffff ...."

Isi ceritanya membuatku tertawa terbahak-bahak. Tidak mungkin, yang benar saja, Hikari Yumesaki.

"Rupanya gadis itu suka hal yang semacam ini?"

Dia suka menonton 'anime' tengah malam yang banyak menyertakan gadis kecil di dalamnya, mengoleksi banyak 'manga' bertipe moe, karena itu aku tahu kalau dia punya ketertarikan akan 2D. Meski begitu, tidak pernah kusangka kalau hal semacam ini juga masuk dalam wilayahnya.

Kutatap sampul karya tersebut yang memuat gambar para lelaki dengan tingkat persahabatan di atas normal. Gambar dua lelaki tampan yang saling mendekatkan wajah mereka itu sangat menjijikkan.

Ya, itulah yang biasa di sebut novel BL.

Tampaknya ini novel berseri, karena terlihat dari sampulnya kalau ini Jilid Ke-5. Pada 'obi' yang melingkari buku tertulis, [Pengarang BL, Yukimaru, akhirnya menghadirkan sebuah edisi terbaru dari kisah komedi romantis, 'Ashita, Boku wa Shinu. Kimi wa Ikikaeru!']

"Sekarang ini jadi semakin menarik."

Sebuah hal langka aku bisa mengetahui kelemahan gadis itu. Kuletakkan bukunya di meja lalu menulis.

-

    Tidak pernah kusangka kalau kamu punya selera seperti itu (hahaha). Ikuti aturan nomor 4 (hahaha).

-

Dengan dipenuhi rasa kemenangan, kuserahkan tongkat estafet pada diriku esok hari.

Dan dua hari kemudian, tertulislah sebuah alasan,

-

    Aku tidak begitu suka, tapi belum lama ini aku memang tertarik dengan hal semacam itu. Yang seperti itu cukup marak, makanya aku coba melihatnya sendiri. Omong-omong, ini masuk kategori pelecehan seksual, 'kan? Jangan membahas hal seperti ini dengan seorang gadis! Kamu paham?! Biar kujelaskan dulu, para gadis lainnya juga biasa membaca hal semacam ini! Kamu tidak mengerti apa pun soal selera gadis, sih, Sakamoto! Dasar bodoh, bodoh, bodoh! Ah, iya, kamu masih perjaka, ya, jadi wajar saja kalau tidak mengerti.

-

Lalu, di Halaman selanjutnya dari buku catatan.

-

    Aturan 28: Jangan berusaha mencari tahu rahasia seorang gadis! Setidaknya berpura-puralah tidak tahu, dasar bodoh!

-

Jadi ada aturan baru?

Aku membayangkan dirinya dengan seluruh wajah yang memerah, geram dan malu sewaktu menulis kata-kata tersebut, dan kini aku merasa sedang di atas angin. Gahaha, jadi ada kalanya aku bisa menang, toh?

"Rupanya dia bisa menggemaskan juga, ya?"

... yah, aku tidak sadar kalau dia sudah mengganti nada dering SMS ponsel-ku, hingga membuatku serasa diteror oleh suara adikku yang berkata, 'Kak, ponsel-mu!'. Yah, kalau yang itu memang lain cerita.


*****


Dan suatu hari, tanpa disangka aku diberi sebuah ucapan selamat.

-

    Selamat ulang tahun! Haap–ppii— Birusu—deee!

-

Di bawah kata-kata yang lebih terasa memuakkan ketimbang menenangkan ini ada ilustrasi Kasumi yang sedang menciumku. Di atas meja juga ada sebuah kotak, yang di dalamnya tersimpan sebuah jam tangan yang tampak mahal.

-

    Kamu tidak akan populer jika tidak punya jam keren!

    – Wah, jam tangan Akitsuki keren sekali.

    – Ah, Kasumi, jam tanganmu tidak bergerak? Akan kuputarkan jarumnya untukmu.

    – Ahh! Jangan di sana-nngghhh! Tidak!

    Astaga, kamu memang mesum, Sakamoto.

-

Bukankah yang mesum itu kamu?

Lagi pula, bukan ini masalahnya.

"Hari ini bukan ulang tahunku."

Ditambah, sampai membeli Jam tangan ini, mungkin saja dia menarik banyak uang dari rekeningku. Ini tidak bisa dianggap hadiah ulang tahun. Mau jadi penipu, ya?

-

    Sebagai catatan, ulang tahunku itu tanggal 18 Juli (bersulang, bersulang)!

-

Oh, begitu. Jadi dia mau hadiah? Kurasa dia sedang merencanakan sesuatu atau mencoba membuang malu. Kuamati kalender, dan menyadari bahwa dia sudah melingkari tanggal 18.

"Ya ampun, dia tidak memberiku plihan lain."

Karena ulang tahun adalah hal langka, aku akan membeli sesuatu untuknya. Ini memang terasa seperti aku sedang dituntun olehnya, tapi kini itu bukanlah masalah. Ini momen yang hanya ada setahun sekali. Lagi pula, dia sudah berpesan seperti ini,

-

    Terlepas dari itu, terima kasih telah bersikap baik padaku selama ini. Aku sungguh senang hidup denganmu. Ayo kita lanjutkan ini bersama-sama, Sakamoto.

-

Aku tahu kalau ini tidak cocok dengan kepribadianku, tapi tetap saja aku tersipu malu.

"Astaga. Jadi dia benar-benar mengharapkan hadiah dariku?"

Itu memang sebuah rayuan, tapi itu sungguh licik untuk ukuran seorang gadis yang dengan santainya menuliskan hal barusan. Aku tahu kalau ini sebuah masalah tersendiri, tapi entah kenapa aku masih bisa merasa senang, sekaligus sedikit tertekan.

Kubiarkan anganku bergerak bebas, dan mencoba memakai jam tangan itu. Oh, ini cukup ringan. Dan kalau dilihat baik-baik, ini merek dari Denmark. Sebuah jam tangan yang bagus.


*****


"Sampah! Teramat sampah!"

"Yu-Yukiko ...?"

Itu terjadi di suatu sore.

Suatu hari saat pulang ke rumah, kulihat adikku sedang berusaha meremukkan sayuran sambil berpose layaknya sang raja iblis.

"Wanita Itu .... Harusnya hanya Yukiko seorang yang berhak dibelai! Akan kubunuh dia! Aku pasti akan membunuhnya! Uuu .... 'Blog'-ku dihujani cacian, aku dikatai bodoh di pojok komentar, aku disuruh untuk berhenti .... Sialan!"

Di-dia jadi gila ....

Aku tidak cukup yakin apa yang sedang dia pecut, tapi kurasa berbahaya jika mendekati dirinya sekarang, jadi kutinggalkan saja tetap seperti itu. Aku kabur ke kamarku lalu membuka buku catatan seperti biasa,

-

    Hmmmm~, rekan semacam itu?

-

"Maksudnya apa lagi ini?"

Pada hari itu, semua yang dia tulis di buku catatan adalah persoalan yang serupa.

Agar tahu duduk persoalannya, aku harus menengok ke dua hari sebelumnya. Aku sedang menulis catatan harianku dua hari yang lalu — yang berarti, tanggapan atas catatan harian Hikari Yumesaki tiga hari yang lalu. Dia menulis,

-

    Omong-omong, ini sedikit terlambat, tapi apa ada gadis yang kamu sukai, Sakamoto? Apa kamu suka dengan gadis yang saling bertukar surat denganmu itu? Apa pendapatmu tentang dia?


Berkenaan dengan pertanyaan itu, jawabanku dua hari yang lalu adalah,

-

    Tidak ada gadis yang kusuka, dan aku tidak berpacaran gadis itu. Kami hanya sahabat pena. Aku tidak menganggapnya seperti rekan semacam itu.

-

Kurasa jawaban semacam itu tentunya tidak akan menimbulkan masalah. Lagi pula aku tidak berbohong, dan kami tidak pernah lagi saling berhubungan.

Walau begitu, kutemukan kalimat tadi tepat di awal buku catatan.

Kemudian, tulisan di bawahnya berupa,

-

    Hmm–hmmm~

-

Lalu diikuti oleh,

-

    Hmm—–hmmm~

-

Apa yang sedang dipikirkannya?

Dan lebih lanjut lagi, kalimat menyinggung ini pun datang,

-

    Seorang perjaka. Seorang gadis sahabat pena. 'Aku tidak menganggapnya seperti rekan semacam itu' (*cling*) .... Ini aneh. Ini bukan seperti dirimu, bukan Sakamoto yang bernafsu.

Jangan ganggu aku! Aku tidak sebegitunya sampai memikirkan soal ini!

Lalu, datanglah kalimat ini,

-

    Kalau begitu, Apa kamu pernah menyatakan cinta sebelumnya? Oh, jika pertanyaanku ini sangat kejam, aku minta maaf.

-

Petanyaan itu ditujukan kepadaku.

"Kekhawatiranmu itu justru lebih kejam, tahu?"

Aku mendesah kesal di kamar.

Biasanya aku akan bilang 'tidak'.

Aku tidak pernah sungguh-sungguh berbicara dengan seorang gadis, dan aku merasa kalau aku tidak akan mendapat pernyataan cinta seumur hidupku.

Tapi apa yang harus kutulis?

Awalnya mau kutulis, 'Sejak lahir hingga kelas dua SMA ini, sekalipun aku belum pernah menyatakan cinta,' tapi itu malah terdengar memalukan.

"Kebohonganku tidak akan terungkap, 'kan?"

Aku tidak berani mengatakannya demi harga diri yang tidak berguna.

-

    Aku pernah melakukannya, sekali, namun ditolak.

-

Kata-kata angkuh yang dipaksakan itu sungguh membuatku murka. Tapi apa dia bisa mengerti soal ini? Semua anak lelaki itu seperti ini, 'kan?

Setelahnya, kugunakan kesempatan ini untuk menyelipkan pertanyaan yang selalu ingin kutanyakan.

Dengan santai dan pura-pura tidak tertarik,

-

    Kamu sendiri, bagaimana?

-

"Sudah sewajarnya kan ...?"

Gumamku sendiri.

Gadis ini memiliki kepribadian yang periang, dan aku tidak akan kaget jika melihat dirinya agresif mengejar seseorang.

Kalau begitu, kemungkinan dia memiliki pacar adalah–

"...."

Entah kenapa seperti ada pergolakan batin dalam diriku, hingga kuputuskan untuk tidak memikirkan hal itu lagi.

Pada akhirnya, isi kepalaku mulai kabur, dan aku tidak bisa menghilangkan pikiran tersebut dari otakku, karena itu aku hanya bisa memaksa diri untuk tidur. Dua hari kemudian, ketika terbangun, aku langsung membuka buku catatan itu dengan tergesa-gesa.

Pertama, ayo periksa jawaban dari pertanyaan dadakanku,

-

    Sekali? Sungguh tidak disangka.

-

Itu saja.

....

Ini ..., eng?

Kurasa ada yang salah tentang itu, jadi kulanjutkan untuk membaca, melihat kalimat berikutnya yang ada di bawah.

Kutarik napas dalam-dalam, dan membuka lebar mataku. Kata-kata di bagian bawah itu muncul di pandanganku.

-

    Rahasia (tanda hati).

-

"...."

Perasaan kalah menguak dalam diriku, hingga kutuliskan di sana,

-

    Aku juga tidak begitu tertarik. Jadi terserah.

-

Kata-kata tersebut serasa dipaksa keluar dari dalam diriku, karena itu aku berniat untuk menariknya. Namun aku tidak mampu, sama seperti tulisan pena yang sudah melekat ini, dan aku sungguh menyesalinya.

"Apa yang kini kuperbuat ...."

Sungguh, apa yang sudah kuperbuat?


*****


"Kamu terlihat agak lelah."

"Banyak hal yang terjadi."

"Oho, kemarin itu sungguh intens, ya?"

"Sudah berapa kali kamu mengatakan hal itu?"

Di suatu pagi di hari Rabu.

Dikarenakan si bodoh itu begadang sampai larut, tenagaku jadi terkuras habis, dan aku pun hanya bisa mengistirahatkan diri di UKS.

Higumo yang mengenakan jubah dokter dan rambutnya dikucir 'ponytail' itu mengayunkan syalnya sembari berbicara. Dari caranya berbusana saja sudah tampak gerah.

"Aku bercanda. Sebenarnya, kamu sendiri sudah cukup menarik perhatian."

"Menarik perhatian .... Hah?"

Kutatap langit-langit, dan mulai mengingat bermacam kejadian terakhir yang sudah kualami.

Aku tidak punya teman ataupun pacar

Aku dikucilkan orang-orang, entah itu di sekolah ataupun di rumah, dan juga dianggap sebagai beradalan paling nakal di sekolah.

Itu semua adalah masa lalu.

Sekarang, aku memang masih belum punya pacar, tapi ada orang yang bisa kuanggap teman di kelas. Aku tidak pernah berteman dengan siapa pun sebelumnya, jadi aku juga tidak terlalu yakin akan status pertemanan ini, dan ini memberi tekanan tersendiri.

Hubunganku dengan keluarga tidak setegang dulu, dan aku merasa frekuensi percakapanku dengan adik perempuanku juga meningkat.

Terkadang aku mendengar tetanggaku berkata, "Tampaknya masa memberontak anak ini sudah selesai," mungkin itu karena aku ikut serta dalam kerja bakti. Apa aku pernah memberi kesan seperti ini sebelumnya?

Keadaanku di sekolah kini persis seperti yang Higumo katakan. Aku tidak begitu tahu seperti apa pandangan para guru terhadapku, tapi setidaknya aku benar-benar dipercaya oleh teman-teman sekelasku. Dan buktinya adalah mereka sering meminta bantuanku akhir-akhir ini, atau juga membicarakan bermacam hal denganku. Apa ini bisa dianggap sebuah perlakuan khusus? Meski aku merasa kalau ini sedikit tidak benar.

"Apa aku sudah berubah?"

Tanpa sengaja aku melontarkan kata-kata tersebut.

Sial. Aku jadi melamun. Tapi sepertinya Higumo tidak mendengarku. Dalam sekejap dia menghilang dari pandanganku. Eh? Pergi ke mana dia?

"Penangkapan berhasil!"

"Wuah?!"

Saat itu aku menyadari dari mana asal suara itu.

Higumo berada di atasku dalam posisi menunggang kuda, dan posisiku kini sedang terlentang di kasur, tertekan di daerah dada.

Tunggu– jangan lakukan itu sewaktu memakai rok mini ...! Belahannya bisa terlihat ...!

"Sekarang kamu tidak akan bisa bergerak. Hoho. Mau lihat ke mana kamu?"

"Ti-tidak ...."

Orang ini sungguh perlu dididik.

Yang benar saja, dan omong-omong, sejak kapan dia tertarik denganku? Dari awal, hanya dia yang menunjukkan niat baik padaku. Dasar orang aneh.

"... guru ini khawatir padamu, tahu?"

"Hah?"

Apa yang tiba-tiba dia katakan? Ada apa dengan perkembangan ini? Dan yang lebih penting, menyingkir dariku!

"Hei, Akitsuki? Apa guru ini bisa memenuhi keinginanmu? Guru ini rela melakukannya asal itu bersamamu. Guru ini bisa menjaga yang namanya ra-ha-sia."

"Maksudku, kenapa jadi begini? Sudah cukup!"

"Kamu tidak mau?"

"Tidak."

"Sungguh?"

"Sungguh"

"Bohong.”

"Ya, tentu saja bohong."

Keheningan yang mengganggu hinggap di ruangan ini, yang entah kenapa bercampur dengan suara dari lapangan.

Sial, ada apa ini? Kenapa dia menampakkan wajah curiga?

"Akitsuki, kamu lelaki yang terlalu baik. Guru ini sudah paham sekali soal ini. Kamu akan selalu mengkhawatirkan orang lain. Seolah kamu tanpa sadar tidak memedulikan kehidupanmu, dan berkata, 'Ambil saja,' lalu menyerahkannya. Bukankah lebih baik kamu menjalani hidupmu ini dengan apa adanya?"

"...."

Ingin aku berbicara, namun aku tidak sanggup membantahnya. Aku memang orang yang apa adanya.

Aku ini orang yang mau memberikan separuh kehidupannya. Aku pun berpikir kalau aku ini orang baik.

"Apa kamu tipe orang yang akan mengikuti semua perintah yang diberikan oleh gadis yang kamu suka?"

"Kalau soal itu–"

Aku jadi sedikit menyesal karena karena memalingkan pandanganku.

"Si gadis berkepang itu?"

"... entahlah.”

Higumo menjilat jari telunjuknya sewaktu menanyakan hal tersebut.

Aku terus mencari-cari alasan yang tepat, namun tampaknya itu bisa menjadi lebih sensitif, jadi kuputuskan untuk diam kali ini. Sudahlah, menyerah saja.

"Menuruti orang yang kamu suka tidak akan selalu berakhir baik. Jika mengikuti berdasarkan keinginanmu saja, maka kamu bisa menyesal seumur hidup. Penyesalan adalah hukuman bagi yang tidak bekerja keras, dan beban dari perasaan bersalah itu terlalu berat untuk dijalani oleh umur manusia yang pendek. Khususnya ketika itu menyangkut seseorang–"

"...."

Higumo menatap kedua mataku, tampak seolah mengatakan hal tersebut pada seseorang yang lain.

Entah kenapa, kata-katanya barusan tampak mirip seperti yang orang itu katakan, atau mungkin hanya perasaanku saja.

"Yah, hoho, kamu cukup menggemaskan juga."

Setelah itu, Higumo–

"Eng ...."

'*Cup.*'

"Sayang sekali. Hanya ini saja yang bisa guru ini katakan sekarang. Kalau begitu, sampai ketemu besok."

Higumo menggunakan jari telunjuknya yang basah untuk mengusap sekeliling bibirku. Di saat yang sama, dia melepaskan tubuhnya dariku.

"Lagi pula, kurasa kamu lebih tampan dengan rambut pendek."

Sambil mengucapkan itu, dia pun keluar dari ruang UKS. Aku hanya bisa berdesah terhadap sosok berpakaian putih itu .... Yah, terserahlah.

"... dia ini, yang benar saja ...."

Jari yang basah itu meninggalkan sentuhan dingin nan manis di bibirku.

Sebuah sentuhan yang membius hatiku, dan membuatku tanpa sadar meneguk liur.


*****


Sepulangnya dari sekolah, aku sampai di kamarku, mengganti baju, dan melihat buku catatan.

Pagi ini aku sedikit lebih panik dari biasanya, itu karena buku catatan ini kugeletakkan saja di rumah. Ini kali pertamanya aku membuka buku catatan hari ini.

Kukira tidak ada sesuatu yang penting tertulis di dalamnya.

-

    [Laporan Perjaka] Aku melihat sendiri Kasumi membeli beberapa buah Gomu-Gomu di apotek hari ini! Tinggal beberapa langkah lagi! Akhirnya kami telah sampai sejauh ini! Aku akan menjadi ratu bajak laut!

-

"Apa dia baru saja menulis hal-hal luar biasa di sini—?!"

Dia ini sedang bercanda, 'kan?

Tidak, ini, ehhh?!

Tunggu, tunggu, tenang dulu. Ini mungkin hanya gurauan Yumesaki saja. Pokoknya tenang dulu!

Entah kenapa, sikap Kasumi tampak lebih aneh dari biasanya hari ini ....

Dan pandangan mata para gadis terasa menyilaukan sewaktu memandang ke arahku ....

....

"Ahhhhh!"

Aku sudah tidak tahu lagi! Lupakan! Lupakan semuanya!

Dalam kepanikan, aku justru berlari satu putaran di jalanan, dan sesampainya di kamar, kulakukan menu pelatihan otot perut JSDF, disertai 'handstand', sambil berteriak 'shimeji shimeji shimeji shimeji!', membuat kegaduhan hingga otakku bisa kembali berpikir normal. Tenang, tenanglah dulu. Ini bukan waktu yang tepat untuk panik. Berhenti meninju saklar lampu! Cukup, hentikan, diriku!

Setelah mengerahkan tenaga berlebih dalam diriku, sekali lagi kubalik lembar halaman buku catatan itu.

-

    Belakangan ini orang-orang bertanya, "Gadis seperti apa yang kamu suka?" kupikir lebih baik Sakamoto dan aku bisa punya selera yang sama, 'kan? Pokoknya, waktu itu aku menyebutkan payudara besar, kulit putih, payudara besar, tubuh mungil, payudara besar, twintail, moe, itu saja tidak apa-apa, 'kan?

-

"Apa yang dibahasnya itu adalah 'gadis itu'?"

Sebuah hal langka gadis ini bisa menanyakan hal yang ingin kutanyakan.

Kukira kali ini dia bermain aman karena mempertimbangkan diri Kasumi.

"Tipeku?"

Aku kembali penasaran.

Sejauh yang bisa kulihat .... Yah, aku tidak begitu mementingkan soal itu.

Seorang gadis manis juga boleh, tapi yang lebih penting adalah kepribadiannya. Lagi pula, penampilan hanyalah sebuah hiasan. Aku tidak bisa bilang kalau penampilan buruk membutuhkan perlakuan berbeda. Tidak Mungkin.

Kuusap keringatku dan lanjut merenung.

Jika dilihat dari kepribadian, kurasa aku lebih suka gadis yang ceria.

Lebih baik lagi kalau dia gadis penuh antusias yang bisa menularkan antusiasmenya padaku.

Sedangkan untuk aspek lainnya, kupikir hal yang buruk jika gadis itu keras kepala, ataupun dia terlalu memedulikan hal-hal yang kecil. Mungkin pribadi yang penuh semangat juga tidak apa-apa. Kalau misalkan dia suka berbuat iseng ....

..........

.......

....

"Aku ini sedang memikirkan apa?! Kendalikan dirimu, bung!"

Aku berteriak sembari membenturkan kepalaku ke meja.

Ini kesalahan, ini kesalahan, kataku! Ini seharusnya tidak menjadi sebuah masalah!

"Sial, sial, ini bohong, 'kan ...?"

Entah kenapa, bisa kulihat Higumo yang sedang menyeringai di dalam pikiranku, dan kembali kugelengkan kepalaku. Ah, cukup sudah. Siapa saja, bunuh aku sekarang! Apa ada yang membawa senjata?!

Setelah cukup lama mengamuk tanpa kendali, aku pun melompat ke kasurku. 

'Aku tidak tahu kalau kamu orang yang luar biasa, Sakamoto ....'

Ucapan Kasumi saat itu, menelan pikiranku.

Apa aku sungguh-sungguh? Apa aku benar sungguh-sungguh di sini?!

"Aku tidak pernah menyadarinya. Orang itu–"

Apakah, apakah itu–


*****


-

    Terucap juga ———————————————————————————————————————— pernyataan cintanya! Terucap juga! Terucap juga!

-

Sewaktu terbangun lebih cepat dikarenakan alarm jam disetel lebih awal, kusadari kalau kamarku ini masih gelap.

Kalau begitu,

"Oh ...."

Entah kenapa, tanpa sadar aku menyuarakan itu.

Selanjutnya yang tertulis di buku catatan,

-

    Kasumi bilang, "Jadilah pacarku!" dan kujawab, "Aku akan menjawabnya dengan sungguh-sungguh, jadi tunggulah sehari!" persiapanku sendiri sudah matang! Sekarang terserah padamu! Putuskanlah dengan tegas!

-

Kata-kata itu tampak bersemangat dan menyilaukan.

Dan tepat di bawahnya tertulis,

-

    Aku sudah memotong kuku jarimu.

-

"...."

Aku langsung paham emosi yang ada dalam kalimat itu.

Gadis itu menulisnya dengan perasaan senang.

Tapi karena ini, aku–


*****


Aku memanggil Kasumi ke sebuah ruang kelas yang kosong.

Jam pelajaran sudah berakhir, dan sinar senja memenuhi sudut sekolah.

Cuaca terasa hangat, sehangat jeruk yang disukai gadis tersebut.

Pertunjukan klub alat musik tiup bisa terdengar dari kejauhan, dan yang bercampur dengan itu semua adalah suara bergantinya mentari di ufuk barat.

Tentunya hal ini kini sudah tidak bisa dipulihkan lagi.

"Maaf, aku tidak bisa pacaran denganmu."

Kalimat ini ternyata lebih mudah diucapkan, bahkan aku sampai terkejut dibuatnya.

Jantungku berdebar sangat kencang, telingaku berdengung, dan entah kenapa seluruh tubuhku menggeliat.

"... tidak."

"Maaf."

Namun hal yang di luar dugaan adalah Kasumi tidak mengalihkan pandangannya.

Dia sama sekali tidak menangis. Dia sama sekali tidak terkejut. Dia hanya terdiam di sana, tampak seolah lupa caranya menangis dan gemetar.

Akan menggelikan jika aku tidak bisa bertahan lebih dari ini.

Namun aku tidak mampu melakukannya, dan akhirnya memalingkan wajah.

Aku tidak ingin melihat wajah sedih itu. Jika memungkinkan, aku ingin biar Hikari Yumesaki saja yang menghadapi semua ini. Meski begitu, masalah ini tidak akan selesai begitu saja.

Itu sebabnya, aku harus membuat Kasumi menangis.

"Kenapa ...?"

Kasumi tampak seakan menganggap dirinya masih bermimpi sewaktu dia mengeluarkan suara yang lembut itu.

Dia tampak berusaha menahannya, seakan sudah di ambang batas, tapi masih belum mampu untuk menyerah.

Dia mencekikku dengan suaranya tersebut. Haruskah aku bangga karena dapat mendengar suara itu?

"Aku punya seseorang yang kusuka."

Aku sadar kalau ini alasan yang kejam.

Terdengar indah, namun teramat jahat.

"Dia orang yang egois dan melakukan apa saja yang disukainya, mudah marah, suka memperdaya, dan pada dasarnya dia itu orang bodoh. Dia tidak pernah berpikir terlebih dahulu sebelum berbuat sesuatu, kurang akal sehat dan tidak pernah merasa kalau semua yang dilakukannya menimbulkan masalah bagi orang lain. Dia sungguh orang yang payah. Dia terus membuatku berada dalam masalah, dan tidak pernah berhenti melakukan hal yang membuatku jengkel. Tapi karena dirinyalah, aku mulai sedikit menyukai diriku sendiri. Semenjak lahir, ini pertama kalinya aku merasakan hidup seperti ini, jadi, jadi ... aku–"

Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Itu karena aku tidak punya keberanian untuk melanjutkan.

"Yang kamu sukai bukanlah diriku. Karena itu aku minta maaf."

"Aku tidak mengerti maksudmu ...."

Kata-kata yang menggebu itu bertetesan ke lantai yang basah.

Dan yang bisa kulakukan hanyalah meminta maaf.

"... siapa dia? Siapa gadis itu?"

"...."

"... kurasa ... rasa sukaku lebih besar daripada gadis itu, Sakamoto."

"... kupikir juga begitu."

"... tapi apa itu masih belum cukup ...?"

"Maaf."

"...."

Tanpa ada ampun, kuhabisi perlawanan terakhirnya.

"... sudah cukup."

Dia lalu beranjak pergi, memendam seluruh emosi dan kesedihan yang menyelimutinya.

Sosoknya dari belakang membuatku mengerti sesuatu, bahwa dia tidak akan pernah memaafkanku.

Lantai ini pun sudah ditandai oleh air matanya.

Dan itu tidak akan pernah hilang.


*****


Dua hari kemudian

Kamarku hancur berantakan.

Kamarku sudah seperti kapal pecah, bahkan aku tidak tahu bagaimana cara menggambarkannya. Aku sampai berdesah. Yah, ini memang sesuai perkiraanku.

Tubuhku terasa berat, dan kedua bola mataku terasa perih.

Nyeri dan lecet pada kedua tanganku ini mungkin karena dia memukul tembok.

Kuambil ponsel-ku untuk melihat jam, dan kutemukan sebuah pesan dari adikku.

[Apa yang ada di pikiranmu, Ka-Kakak bodoh! Enyah dan mati saja sana!]

Dan agar sesuai dengan tanggapanku, kubuka folder pesan terkirim.

[Tragedi ini telah membangkitkan sebuah permasalahan siang yang terlarang! Oh adikku! Hiburlah kakakmu ini!]

Yang bisa kulihat hanyalah 30 pesan menjijikkan seperti ini.

"... sudah, cukup sampai di sini saja."

Ada beberapa pakaian yang berserakan, furnitur yang dijungkirbalikkan posisinya dan bermacam-macam barang lainnya.

Kupungut kembali barang-barang yang sudah diporak-porandakan oleh topan kejengkelan itu. Rasanya bisa kukatakan kalau dia orang yang lembut karena satu-satunya yang masih utuh hanyalah tanaman peterselinya.

Dan pada akhirnya, kupindahkan tempat sampah yang tadinya di atas meja, ke lantai, lalu membuka buku catatan yang tadi di bawahnya.

Ada satu kata sederhana tertulis di sana,

-

Bodoh.

-

"Kamu benar."

Kutundukkan kepalaku dan meminta maaf.


*****


"Pukul 4.59 pagi?"

Bahkan untuk orang berhati lembut sepertiku ini, jika terbangun dan melihat keadaan seperti hari ini, aku pasti akan mulai mengamuk. Meski begitu, gadis tersebut berusaha memberi yang terbaik dengan caranya sendiri. Buku tulis dan dan buku pelajaran diletakkannya di atas meja layaknya seorang murid sekolah, disertai buku catatan yang dia letakkan bersebelahan.

-

    Ini kemenangan Hikari .... Kuharap begitu ....

-

Tertulis kalimat tersebut yang terasa seperti surat wasiat.

"Apa pagi ini masih terasa dingin?"

Pagi hari di awal Juni, entah kenapa di luar masih tampak gelap.

Kugumamkan ini kepada langit menakutkan yang tampak berusaha membalikkan warna merahnya.

“Kurasa tidak diragukan lagi kalau ini waktunya."

Ini awal bulan yang terasa sendu, di mana masa-masanya UTS sudah mendekati.

Aku menemukan sesuatu secara kebetulan, yaitu 'sebuah jadwal tetap bagi kami untuk betukar kesadaran'.

Sebelum ini, baik aku maupun Hikari Yumesaki beranggapan bahwa kepribadian kami akan berganti sewaktu tidur hingga ketika kami terbangun. Namun, tampaknya ada waktu yang sudah ditetapkan untuk kami bertukar kesadaran. Ada suatu ketika saat aku berusaha bergadang untuk belajar demi memperbaiki nilai ujianku, di tengah-tengah, kesadaranku tiba-tiba menghilang, dan aku sudah berada di kasurku ketika aku bangun.

Karena itu, aku membuat sebuah spekulasi, bahwa 'ada waktu tertentu kami akan bertukar kesadaran saat tertidur', dan memutuskan untuk saling bereksperimen.

Eksperimen ini tersusun di antaranya, 'Hikari Yumesaki akan bergadang, dan kami akan memeriksa waktu kami saat kami bangun'. Pada saat kepribadian kami berganti, aku bisa memberitahukan kapan waktu kami bertukar berdasarkan jam. Ini juga bisa menjadi alasan untuk memaksa Hikari Yumesaki, yang tidak pernah memperbaiki nilainya, agar mau belajar sampai tengah malam.

Gadis itu sendiri selalu tidur larut malam, tapi setelah tahu rencananya, dia protes.

-

    Aku tidak mau bergadang sampai pagi.

-

Namun, aku pun mengeluarkan watak asliku, dan menulis esai panjang di buku catatan untuk menunjukkan ketegasanku soal ini. Ini bukan lelucon. Bisa gawat kalau aku tidak segera belajar. Padahal mata pelajarannya juga sudah dibagi dua, jadi bebannya mungkin lebih kecil dari biasanya. Ini alasan kenapa dia harus belajar dengan giat.

Lalu, setelah sempat gagal dan mengulanginya lagi (di mana Hikari Yumesaki justru tertidur), hari ini kami akhirnya berhasil. Buktinya adalah bahwa kini aku merasa sangat lelah. Tampaknya saat-saat kepribadian kami bertukar itu terasa sangat melelahkan.

"Jadi waktu di mana penglihatanku lenyap itu adalah pukul 4:59 pagi, toh? Tampaknya aku harus tidur sebelum itu."

Jika aku tidak melakukannya, kami berdua akan kebingungan saat tiba-tiba bertukar.

Sebagai contoh, yaitu kopi yang terlihat di sudut pandanganku.

Apa dia baru saja membuatnya, atau itu sudah dingin?

Ini hal yang kecil, tapi bertukar secara tiba-tiba begini bisa menyebabkan siapa pun menjadi ragu. Lagi pula, aku penasaran apa dia sempat menyeruput kopi ini atau tidak–

"...."

Tidak, ini namanya sebuah ciuman tidak langsung, tapi yang ada itu hanya diriku sendiri, 'kan? Hanya diriku beberapa saat yang lalu, 'kan? Tapi memang, dilihat dari sisi lain, ini seperti sebuah ciuman tidak langsung.

"Dia menyiapkannya untukku, ya?"

Sepertinya dia membuatnya untuk diminum sendiri, tapi waktunya kurang tepat. Yah, karena dia sudah membuatnya, biar kubantu menghabiskannya.

Aku memikirkannya sewaktu hendak meraih cangkir kopi itu, rasa manis yang memuakkan pun mengalir–

"Panas!"

Panas! Lebih panas dari perkiraanku!

Aku sudah tahu kalau itu masih beruap, tapi itu ternyata lebih panas dari perkiraanku!

"Sepertinya dia baru saja membuatnya, ya?"

Ada sebuah catatan kecil di bawah piring cangkir, yang sekarang telah bebas dari tindisan cangkirnya.

Tertulis di dalamnya kata-kata kasar yang tidak pada tempatnya

-

    Menurutku kini sudah waktunya.

-

"...."

Oh, begitu. Jadi itu maksudnya.

Api yang hangat membara jauh di dalam hatiku.

Pesan yang samar-samar itu membuatku tanpa sadar tersenyum.

"Kamu melakukan hal yang bagus, Hikari Yumesaki."

Langit di luar jendela tampak kelabu dengan rona biru, warna yang bisa menyebabkan seseorang lupa akan hal lain karena alasan yang tidak jelas.

Seperti saat-saat permulaan sebuah jiwa yang tersesat mengembara ke dunia lain, rasa senang yang tidak bisa dijelaskan.

Kupandangi langit yang beberapa saat lalu dilihat oleh gadis itu, dan tubuhku yang menggigil ini pun menjadi lebih hangat oleh warna manis.


*****


"Apa ini?"

Ini hari yang cerah selepas selesainya UTS tanpa sebuah kendala.

Kunyalakan komputer, berharap menghabiskan waktu dengan internet, lalu menemukan sebuah folder aneh.

Sebuah folder yang dengan ikon hati, terletak di tengah layar utama. Folder itu mempunyai judul, 'Perasaanku yang sebenarnya'.

"...."

Perasaan yang sebenarnya.

Tanda hati.

....

Aku tidak terlalu tertarik soal itu, tapi kurasa tidak masalah jika aku memeriksanya.

Aku menelan ludah, sambil terengah-engah, kuklik dua kali pada ikon itu.

Dan layaknya folder 'anime'-ku, folder itu juga diberi kata sandi. Sial. 'Password'.

Jadi kucoba memasukkan semua 'password' yang ada di pikiranku, tapi semuanya ditolak.

Perasaanku yang sebenarnya. Aku mau lihat. Diriku. Aku. Diriku. Aku. Diriku.

"...."

<<Hikari Sakamoto>>

"Apa-apaan itu?!"

Tekan 'Enter'.

Konfirmasi.

Sial.

"Tenang, tenanglah diriku."

Setelah mengalami delusi berlebihan seorang anak SD, aku jadi kembali mulai menggabung-gabungkan beberapa hal.

Aku penasaran, tapi tidak tahu 'password'-nya .... Sial. Haruskah aku menyerah sekarang? Apa yang gadis ini pikirkan? Dan dia selalu saja seperti ini.

Karena masih merasa malas, maka sebagai gantinya, kupaksakan diriku untuk terhubung ke internet.

Dan selagi aku menelusuri internet untuk menenangkan diri ....

"Ah!"

Kusadari sesuatu.

Ada alamat situs yang belum pernah kulihat di riwayat penelusuran sebelumnya.

"Pasti gadis itu."

Lagi pula, hanya aku seorang yang memakai komputer ini.

Lalu ....

Semua riwayat yang tidak kuketahui yang ditunjukkan di sini ini pasti ditinggalkan oleh gadis itu.

Dengan kata lain, bisa kukatakan seperti apa dia yang biasanya.

Dengan kata lain, aku bisa mengintip hal pribadinya.

"...."

Apa boleh kulihat?

Bisa jadi ini malah ke situs porno–

....

"Kurasa tidak masalah jika hanya sedikit."

Rasanya aku seperti orang yang keras kepala saat mengatakan hal tadi, tapi dia juga sering mencari tahu hal pribadiku. Ada sekali ketika aku berhadapan dengan sesuatu yang sampai membuatku terdiam. Data di folder 'anime'-ku disusunnya berdasarkan jumlah berapa kali dia menontonnya, dan judul 'anime' paling banyak ditonton yang begitu dibanggakannya adalah 'Jumlah Tisu yang Kuhabiskan Tidak Akan Kalah dari Siapa pun'. Yak, sekarang keraguanku telah sirna.

"Kalau begitu, ayo mulai dari atas."

Dikendalikan oleh rasa penasaran, aku pun membuka situs tersebut.

Yang muncul di situ adalah situs belanja yang berisi foto dari kucing dan anjing. Ada banyak situs 'anime' dan film juga. Tampaknya ada banyak juga forum yang dia kunjungi.

Untuk yang lainnya, ada kata kunci seperti, 'Membuang bulu yang tidak perlu', 'Cara bangun lebih dini', ‘Siswa SMA rata-rata' di riwayat pencarian, bahkan ada kata kunci 'Laporan saksi mata Sexy Dream'. Mana mungkin itu terjadi, 'kan! Iya, 'kan?

Selain itu, ada juga riwayat pencarian, 'Edisi terbaru Yukimaru', 'Lelaki uke yang tidak kompeten', 'Penggunaan ucapan bijak, besok aku mati', tapi yang paling membuatku tertarik adalah,

'Hadiah ulang tahun untuk pacar'.

"...."

... Pacar ....

Itu ..., eh?

Hmm ....

Itu mungkin saja–

–*Plak*.

Tanpa sengaja kutampar wajahku sendiri yang sedang tersenyum bodoh agar kembali sadar, lalu menggeleng-gelengkan kepalaku.

Jangan langsung menyimpulkan, tenanglah.

Ini sendiri tidak bisa langsung dianggap kalau yang dia maksud pacar itu adalah aku. Lagi pula, kata kunci selanjutnya juga merupakan persoalan yang besar– 'Rekomendasi eroge bertema adik perempuan'. Tergantung situasinya, ini bisa menyebabkan keretakan dalam sebuah keluarga.

Aku kemudian lanjut mencari di riwayat pencarian, lalu menemukan situs yang tidak terduga.

"... 'Keranjang Petuah'? Gadis ini masuk ke situs semacam itu?"

Kutemukan alamat 'Yahoo! Keranjang Petuah!' yaitu sebuah situs di mana orang-orang bisa menemukan pencerahan.

Meski begitu, itu bukan hanya situs untuk melihat-lihat saja, tapi juga sebuah tempat untuk ajang tanya jawab. Aku penasaran seperti apa tampangnya ketika dia masuk ke situs ini.

"Oke. Aku bisa tahu apa yang sudah dia cari disini, 'kan?"

Pertanyaan pertama yang ada di pandanganku,

['Barang'nya Sakamoto ini terlihat sangat menggemaskan sewaktu mengeras. Apa itu sebuah kelainan?]

"Jangan main-main denganku, jalang!"

Bahkan dia sampai menulis namaku! Seharusnya dia bilang saja kalau itu temannya atau semacamnya.

Lalu, beberapa pertanyaan muncul sebagai tanggapan, yang di antaranya, [Tinggi sakamoto berapa?], ['Barang'nya itu sebesar apa?] dan Hikari Yumesaki pun menjawabnya dengan apa adanya. Astaga ....

"Apa yang dia lakukan?"

Karena begitu frustasi, kuperiksa beberapa pertanyaan lainnya.

[Sakamoto sedikit pemarah. Dia akan marah kalau aku tidur sambil telanjang. Apa itu karena 'barang'nya yang terlalu kecil?]

[Aku bilang ke Sakamoto kalau dia harus memotong rambutnya, namun dia tidak melakukannya. Dia pasti lebih tampan jika berambut pendek]

[Omong-omong, aku sedikit khawatir tentang pertumbuhan sakamoto.]

[Oh, jadi itu alasan dia memanjangkan rambutnya, toh? Aku mengerti sekarang (hahaha). Apa semua orang berpikir begitu?]

Dan bermacam pertanyaan serupa lainnya.

Intinya, kini aku sedang memikirkan cara untuk membalas dendam pada diriku esok hari. Jika ada yang punya ide bagus, tolong beri tahu aku.

"Memangnya orang-orang ingin tahu soal begitu ...."

Aku hanya bisa mengira-ngira, apa benar ada orang yang mau menjawab pertanyaan semacam itu? Akan tetapi, selalu saja ada jiwa-jiwa bosan di dunia ini. Rasanya menjengkelkan sewaktu dia menjawab segala macam pertanyaan dengan apa adanya.

Sebagai contoh, akun bernama <<HN: Malam Turunnya Salju>> menjawab,

['Barang'nya saudaraku juga kecil, tapi aku bisa tahu ketika dia bangun pagi-pagi ....]

Kalau boleh jujur, itu terdengar agak dibuat-buat.

Ada juga yang seperti akun bernama <<Angin Bergolak dari UKS>> berkata,

[Anak lelaki berambut panjang cenderung sekali merasa rendah diri. Dari kata-katamu, bisa kupastikan bahwa dia frustasi karena ukuran 'barang'nya. Akan tetapi, ukuran kecil bukanlah sebuah dosa. Anak lelaki yang seperti itu biasanya akan berlagak kuat, jadi seharusnya kamu menertawainya dalam hati sembari menunjukkan kepedulian padanya.]

Jawaban tadi sungguh menyakiti mata dan hatiku. Dan kenapa ini menjadi jawaban terbaik. sial!

"Astaga, dia selalu berbuat hal bodoh."

Lalu, dengan susah payah aku lanjut mencari lewat kotak pertanyaan.

[Menggoda Sakamoto-nya sukses besar! Ke depannya, apa yang harus kulakukan?]

[Sakamoto manis sekali saat memaafkan semua kejahilanku–! Apa semua anak lelaki memang semanis ini?]

[Sakamoto yang sehabis mandi ini membuat jantungku berdebar! Kalian mengerti, 'kan?!]

[Urat nadi! Urat yang ada di lengannya berdenyut! Apa kalian sadar urat nadi para lelaki itu mengagumkan?!]

[Seperti biasanya, Sakamoto masih seorang pengecut, tapi ini membuatnya semakin manis, 'kan? Dalam hal tertentu.]

[Sakamoto memang punya sedikit teman, ya? Padahal dia sebenarnya orang baik! Haruskah aku membantunya?]

[Aku mau sakamoto punya pacar! Dia akan senang, 'kan?]

[Kuselidiki seperti apa fetis seorang Sakamoto! Semenjak aku tahu kalau itu semua adalah 'anime' dengan dada besar di komputernya, berarti memang benar itu, 'kan?]

Dan bermacam pertanyaan serupa lainnya.

Ketimbang sebuah tanya jawab, entah kenapa ini berkembang menjadi semacam blog pribadinya. Yah, kegembiraannya tersampaikan dengan baik di sini.

"... syukurlah."

Jujur, aku sedikit curiga.

Apa dia memang memaksakan diri begini?

Apa dia berpura-pura ceria sehingga tidak perlu memikirkan tentang kematiannya?

Aku menghela napas lega, dan menatap ke pertanyaan terakhir,

[Kenapa dia tidak mau pacaran? Apa aku sudah berbuat sesuatu yang tidak perlu?]

"Eh, kenapa ...?"


*****


Malamnya, aku menulis di buku catatan,

-

    Maaf, aku bohong. Aku memang punya seseorang yang kusuka. Itu sebabnya aku tidak bisa pacaran dengan kasumi. Maaf karena menyembunyikan ini darimu.

-


"... tidak akan ketahuan, 'kan?"

Suara gadis itu terus bergema beberapa kali di hatiku.

Dan sejak saat itu, Hikari Yumesaki tidak pernah membicarakan soal Kasumi lagi.

Mustahil kalau dia tidak penasaran. Dan kini dia pun tidak pernah ikut campur lagi terhadap hal itu.

"Untuk itu, kurasa sebaiknya aku memaafkan dirinya."

Setelah itu, dibarengi kekhawatiran dan pengharapan yang tidak pasti, aku pun tidur setelah menulis kata-kata tersebut.

Esok lusanya, kulihat tulisan yang terkesan lega dan agak menyesal ....

-

    Terima kasih sudah menceritakannya padaku. Maaf karena sudah berbuat semaunya. Aku hanya mau membalas budi karena kamu sudah menyelamatkanku, Sakamoto, tapi tampaknya aku malah melakukan sesuatu yang tidak perlu. Aku juga merasa bersalah pada Kasumi .... Tolong terus bersikap seperti biasa padanya. Akan terasa menyakitkan kalau kamu langsung menjaga jarak dengannya. Aku akan berusaha memberi sedikit perhatianku padanya. Aku sungguh minta maaf.

    Omong-omong, ternyata ada gadis yang kamu sukai! Tidak perlu malu, sungguh~! Kamu itu tampan, lemah dengan 'moe', dan jelas mampu memicu naluri keibuan. Kamu pasti bisa gampang menggaet seorang! Lakukan semampumu, Sakamoto! Aku akan menyemangatimu!

-

Dan tepat di bawahnya ada ilustrasi Hikari Yumesaki yang sedang memelukku.

Tulisan ini dipenuhi kebahagiaan sekaligus kesedihan, sungguh sulit untuk dijelaskan

Meski begitu ....

"Kurasa aku tidak punya pilihan."

Kami berdua saling mendukung satu sama lain, begitu dekat namun juga begitu jauh.

Kami lebih dekat ketimbang siapa pun, namun kami juga belum pernah sekalipun bertemu, apalagi berbicara langsung.

Bahkan hingga maut menjemput, hingga akhirnya kami mati, untuk selama-lamanya.

Itu sebabnya aku hanya bisa menyerah–

Hmm .... Huh ....

"Cih ...."

Rasanya tidak nyaman berkata begini, tapi kurasa ada beberapa lelaki sepertiku yang punya masa suram dalam hidupnya. Aku pasti mampu memastikan perasaanku ini setelah bertemu dengan gadis itu, tapi pikiran itu mungkin hanya upayaku untuk lari dari kenyataan.

"... saatnya pergi sekolah."

Setelah konflik batin yang kurang cocok untuk ukuranku ini, aku pun menutup buku catatan itu.

Lalu berangkat ke sekolah seperti biasanya.

Kupandangi langit mendung di atas, termenung sejenak, lalu lari tanpa memakai payung. Ini akan baik-baik saja, 'kan?

Aku merenung ...

... dan aku berharap.

Namun dunia tidak akan pernah memaafkannya.

|***|

Tidak ada komentar:

Posting Komentar