Bokushinu Volume 1 Chapter 2 - Sekkinokyou

Latest

Fans Tranlation LN/WN Bahasa Indonesia

Selasa, 01 Agustus 2017

Bokushinu Volume 1 Chapter 2

 Chapter 2 – Kemarin, kamu terlibat pelecehan seksual. Aku ditangkap.


“Terlambat tidak, ya …?”

Aku dibangunkan oleh alarm, dan ketika kesadaranku masih belum pulih, aku hanya bisa mendesah sambil melihat keadaan.


Sudah lewat jam delapan pagi.

Masih ada dua puluh menit sebelum pelajaran dimulai.

Berangkat sekolah dengan berjalan kaki butuh waktu tiga puluh menit.

“Si bodoh itu ….”

Mengeluh tidak akan membuat masalah jadi lebih baik.

Tergesa-gesa kuambil tasku …. Eh? Di mana tasku?

“Kenapa ada di tempat seperti ini?”

Kuselamatkan tasku yang ternyata ditaruh di tempat kecil di antara kasur dan tembok, kemudian memeriksa isinya.

“Dia tidak … mengerjakan PR-ku?!”

“Dia juga tidak … menyusun jadwal pelajaranku.”

“Seragam sekolahku …. Sebentar …, di mana seragamku?”

Aku mengeram dengan marah. Lalu entah kenapa, kutemukan seragamku tergeletak di atas lantai. Argh!

“Akitsuki, sarapannya sudah siap.”

“Hah?! Aku tidak sarapan!”

“Eh? Kemarin kamu bilang kalau kamu mau sarapan!”

Ucap ibuku yang entah kenapa terdengar cukup emosi. Ibu, orang yang kemarin itu bukan aku!

Kukenakan seragam sekolahku lalu mengambil buku catatan di atas meja dan memasukkannya ke dalam tasku. Persiapan selesai.

“Ah, sial! Jika aku sampai dihukum guru, itu salahmu!”

Aku mengomel sendiri, lalu segera lanjut pergi untuk menyingkat waktu ke sekolah sambil disinari cahaya mentari.

Angin yang membelai tubuhku masih terasa sedikit dingin, namun rambut yang menutupi telinga dan leherku jadi terasa sedikit lebih nyaman dari biasanya.

Kurasa aku harus bersyukur bahwa aku harus buru-buru berangkat ke sekolah dua hari kemudian.

Aku masuk ke kelas sambil terengah-engah saat pelajaran masih berlangsung, dan seperti biasanya, teman-teman sekelasku langsung memusatkan pandangannya padaku. “Eng, Ah …. Aku bisa jelaskan,” Kutarik napasku dan memutuskan untuk meminta maaf, tapi ternyata, malah guru yang terlebih dulu meminta maaf padaku (Ada apa dengan beliau?). Kemudian aku pun duduk di kursiku sambil bertanya-tanya tentang apa yang terjadi. Suasana damai di kelasku langsung lenyap bersama kedatanganku. Maafkan aku teman-teman.

Ketika tatapan orang-orang sekitarku mulai berkurang. Kuambil buku catatan dari dalam tasku. Awalnya aku mau membacanya di rumah, tapi gara-gara si bodoh itu, aku jadi tidak punya waktu.

Kubuka buku catatanku dengan hati-hati, dan ada pesan yang ditinggalkan oleh dirinya.


Apa itu artinya aku meminjam kekuatan fiksi ilmiah Tuan Hosoi dan merasuki Tuan Sakamoto


Kutulis jawabanku tanpa ada rasa emosi.


Bisa jadi. Omong-omong, siapa itu Tuan Hosoi?


Pada hari itu, di kala hujan itu.

‘Apa kamu mau menggunakan separuh masa hidupmu untuk menyelamatkannya?’

Aku dipaksa oleh pria berjubah hitam itu.

Dari yang dikatakannya, itu terdengar seperti aku memberikan separuh hidupku untuk menyelamatkan Hikari Yumesaki. Seperti itulah yang ada di pikiranku, dan inilah yang biasanya orang-orang juga akan pikirkan.

Tapi ternyata bukan itu.

Aku tidak tahu apa yang terjadi pada Hikari Yumesaki, tapi sekarang kami dalam keadaan di mana kami saling bertukar kepribadian setiap selang hari.

Ini artinya kalau ada dua jiwa yang berbeda berada di tubuhku. Dan kami bergiliran mengambil alih.

Ketika satu kepribadian mengendalikan tubuh, maka kepribadian lain tidak memiliki ingatannya, itu artinya sama dengan separuh masa hidupku. Jadi ini yang dimaksud oleh pria berbaju hitam itu? Separuh secara harfiah, hahahahahaha, ha, ah ….

Setelah menyadari hal ini pada hari Sabtu kemarin, aku menulisnya di buku catatan.

Aku Khawatir kalau Hikari Yumesaki tidak akan percaya padaku. Biarpun begitu, ini sudah terlambat. Dia tidak punya pilihan lagi selain harus percaya. Pada akhirnya, Hikari Yumesaki tidak merasa curiga tentang situasi saat ini, tapi malah menuliskan pertanyaan untuk meminta jawaban. Salah satu pertanyaannya tadi mengenai Tuan Hosoi, mungkin yang dia maksud adalah pria berjubah hitam. Kurasa dia menjulukinya begitu karena pria berjubah hitam itu terlihat kurus ….

***

Omong-omong, sekarang sudah hari Rabu.

Setelah beberapa kali saling bertukar catatan harian, kami memahami secara kasar tentang situasi ini.

Tapi Hikari Yumesaki pastinya memiliki banyak hal untuk ditanyakan.

Pertanyaan seperti, ada apa di sekolah, teman-temanku, apa yang biasanya kulakukan di sekolah, cara bicaraku dan sebagainya. Yah, itu normal untuk dirinya menanyakan hal-hal ini sejak dia tiba-tiba terjebak dalam tubuh seorang lelaki.

Sambil menjawab pertanyaannya dengan pulpen merah, aku jadi penasaran.

“Rasanya aku harus memperkenalkan diriku dulu.”

Bagaimanapun juga, kami telah saling melaporkan situasi beberapa hari ini, jadi sudah tanggung jawabku untuk menuliskan  apa yang terjadi sekarang.

Tapi jika terus seperti ini, maka kami perlu lebih sering bertukar informasi.

Aku perlu membuat Hikari Yumesaki mengerti tentang situasiku yang sekarang, dan mengizinkannya berlaku seperti diriku, jika sebelumnya aku berkata semacam, “Maksudmu apa?!” dengan gaya seorang berandal, lalu tiba-tiba berkata “Yang benar~?” dengan nada gadis SMA keesokan harinya, hidupku pasti bakal tamat.

“Tapi, aku harus menulis apa?”

Aku menuliskan apapun yang ada di pikiranku.

Aku orang yang tertutup dan buruk dalam bersosialisasi.

Gara-gara itu, aku jadi dicap sebagai berandalan. Aku pun tidak punya teman ataupun pacar.

Terakhir kali aku berbicara dengan teman sekelasku mungkin sekitar 5 tahun yang lalu.

Aku juga tidak begitu akrab dengan keluargaku, karena aku dalam masa memberontak.

Hmm, ada apa ini? Aku merasa depresi saat lanjut menulis. Andai saja aku punya beberapa teman ….

*Hiks*.

Rasanya sangat menjengkelkan. Tapi aku masih harus memperbaiki kata-kataku sebelum menuliskannya ke dalam buku.

Setelah beberapa lama, rupanya sudah jam sebelas malam; waktunya untuk tidur.


Cobalah pergi ke sekolah besok.


Sebelum ini, aku menyuruhnya untuk tinggal di rumah saja, tapi itu bukan solusi yang bisa bertahan lama. Kurasa aku harus membiarkan dia pergi sekolah.

Setelahnya, aku menyusun jadwal pelajaran buat dia, melakukan sedikit perbaikan dan mengatur alarmku lebih awal untuk besok.

Aku bahkan menggantung seragamku di gantungan dan meletakkan kaos oblongku yang sudah disterika di tempat yang jelas terlihat.

Tentu saja, aku sudah menuliskan tentang apa yang harus diingat serta cara berkomunikasi di buku catatan. Seharusnya ini akan baik-baik saja sekarang.

“….”

Kemudian, aku jadi penasaran.

Dia tampak seperti seseorang yang akan tertawa dan bermain-main sepanjang hari, tapi aku belum pernah bertanya apapun tentang dia.

Bagaimana pendapatnya tentang fakta bahwa seseorang yang disebut Hikari Yumesaki itu ternyata telah meninggal?

Mengenai kematiannya,


Aku mengerti. Aku mati dalam sebuah kecelakaan. Apa aku …. Ka-karena tidak ada seorang pun yang menyelamatkanku~ (hahaha) Tapi mau bagaimana lagi?! Aku sudah lupa dengan itu! Baiklah, mulai dari sekarang, topik ini adalah hal yang tabu!


Hikari Yumesaki menambahkan kalimat tersebut dengan riang. Tapi jika dipikirkan secara wajar, itu bukanlah sesuatu yang patut ditanggapi dengan rasa senang.

Dia tidak lagi bisa bertemu keluarga dan teman-temannya sebagai Hikari Yumesaki, melainkan hanya sebagai Akatsuki Sakamoto saja.

Juga ada sesuatu yang mau tidak mau harus kutanyakan.

Tepat ketika aku akan menulisnya.

“… sudahlah, lupakan saja.”

Aku bergumam, tampak mencari persetujuan dari seseorang saat sedang menulis catatan.


Jangan lakukan hal yang tidak perlu. Hidup semacam ini sudah sulit. Membiasakan diri di kehidupan baruku harus jadi prioritas utama.

Kupercayakan tubuhku padamu besok.


Kemudian aku pun tidur.

… sambil menyimpan kecemasan dan sedikit kegelisahan.

***

“… haa”

Aku terbangun dari tidur sebentar, dan menatap ke buku catatan.

Alasannya sederhana; sesuatu yang tidak diharapkan telah terjadi.

Tentu saja alasannya tertulis di buku catatan.

Sekarang hari Rabu. Seminggu telah lewat sejak aku mengizinkan dia pergi ke sekolah.

Dan sejak saat itu, cara kami menulis catatan harian jadi lebih sistematis. Pada dasarnya, sisi halaman pertama digunakan untuk merekap apa yang terjadi selama hari tersebut, dan sisi halaman lainnya adalah pesan untuk diriku yang satunya. Catatanku berada di lembar sebelah kiri, sementara catatan Hikari Yumesaki di lembar sebelah kanan. Aturan tetap adalah semua topik penting yang secara khusus ditampilkan dengan gambar menggunakan pulpen berwarna. Sebagai contoh, pergi ke sekolah menggunakan rute ini, hari ini berjalan ke sekolah dengan rute ini, atau kuis besok akan memengaruhi hasil raport, semoga beruntung atau semacamnya.

Di saat yang sama, kami menetapkan aturan hidup kami.

Aku menulis aturan itu pada halaman terakhir catatanku, selama kami mengikuti aturan tersebut, kami pasti bisa menjalani hidup yang aneh ini dengan damai.

… atau seperti itulah yang kupikirkan.

“Si bodoh itu ….”

Aku tidak tahu apa semua orang bisa merasakan betapa muaknya aku dengan desahan ini, tapi kini kehidupan ajaibku dan Hikari Yumesaki sedang dalam masalah.

Hanya ada satu alasan.

Hikari Yumesaki sendiri.

Aku tidak menyangka kalau dia adalah jenis orang yang ingin kupukul.

Kubalik ke halaman sebelumnya pada buku catatan itu, mencoba mengingat apa yang sudah terjadi beberapa hari ini. Situasi seperti ini sungguh langka untuk disaksikan, jadi aku akan memperlihatkan apa yang tertulis di buku catatan kepada semua orang supaya mereka bisa tahu betapa bodohnya dia.

Omong-omong, inilah yang tertulis pada catatan harian di suatu hari.

***


Aku minta maaf.


“Hah?”

Ada apa ini? Kenapa dia meminta maaf?


Eh?

Ketika aku bangun dan membuka catatan, hanya kalimat ini saja yang tertulis.

Meski ingin menanyakan alasannya, aku hanya bisa menanyainya besok, dan aku baru bisa mendapatkan jawabannya besok lusa.

“Jelaskan lebih spesifik ….”

Karena tidak ada yang bisa kulakukan, aku menyerah dan menyiapkan barang-barangku lalu berangkat ke sekolah.

Lalu aku pun ditangkap.

Aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Dan aku benar-benar ternganga keheranan.

Sesampai di sekolah, polisi berkata padaku, “Pokoknya, bicaralah dulu.”

Rupanya mereka meminjam salah satu ruangan di sekolah dan mulai menanyaiku.

Aku merekap apa yang mereka semua tanyakan padaku.


– Kenapa kamu masuk ke ruang ganti wanita?

– Dan kenapa dengan tenangnya kamu membuka baju di sana?

– Menurut keterangan para korban, saat mengganti baju, kamu bahkan mengatakan sesuatu seperti, “Wah, beha itu imut sekali~! Lihat dong, lihat!” atau semacamnya.

– Pada akhirnya, kamu bahkan berkata, “Hehe~ empuk banget~” sambil menyentuh seorang gadis.

– Bahkan kamu pun menunjukkan pada mereka celana ketat yang kamu kenakan lalu berkata “Rasa berbulu ini menjijikan. Sakamoto kecil ini merepotkan,” atau semacamnya.

– Yah, cukup sampai di situ. Apa yang kamu lakukan tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Bahkan kami para polisi sampai merasa malu dengan itu. Kami sebenarnya harus melindungi bangsa ini dari pemuda seperti dirimu.

– Tampaknya setelah kamu melakukan itu semua, kamu juga sempat mengatakan, “Ahh! Ini gawat! Ini hal yang gawat, bukan?!”

– Itu yang mereka katakan sebelum kamu pergi. Kamu bahkan memberi penjelasan yang aneh, “Tidak, aku lupa. Ini karena aku sudah kebiasaan!” lalu kamu melarikan diri setelahnya.

– Kamu bilang kalau itu sudah kebiasaanmu? Apa itu artinya kamu sudah sering melakukan ini? Dasar maniak yang mujur!

– Jepang dalam masa krisis karena berandalan macam dirimu …

– Berdasarkan semua itu, kamu kami tahan. Ada keberatan?


Begitulah.

Kemudian aku berteriak.

“Si bodoh ituuuuuu!”

Kini waktunya untuk membela diri.

Tapi aku tidak bisa memberitahu mereka kebenarannya. Sikap polisi itu tampak seolah berkata, “Sudah cukup, bajingan!”

Pada akhirnya, Higumo datang untuk menyelamatkanku, “Oh ho, kalian semua sangat berani membuat masalah dengan anak berandalan ini. Jika kalian menangkap dia, konsekuensinya akan lebih mengerikan, tahu? Dia punya seseorang yang hebat di belakangnya; lihat saja wajahnya. Karena wajahnya, aku juga terancam dan terus diperlakukan …. hiks,” atau membuat sebuah kasus tersendiri. Bersama dengan kebohongan mengenai apa yang sudah kulakukan padanya, para gadis ini akhirnya mencabut laporan mereka.

Ibu itu seorang guru, harusnya Ibu lebih konservatif. Sekarang keberadaan di kelas, sudah sangat rendah, bahkan tidak dianggap sama sekali!

Dengan demikian, aturan hidup kami pun tercipta.


Aturan No.1: kamu harus tahu kalau kamu sedang berada dalam tubuh seorang lelaki! Jangan jadi orang mesum!


Tentu saja, membuat masalah termasuk melanggar aturan juga.

***

Ketika aku membuka buku catatan keesokan paginya lagi, tertulis beberapa kalimat di sana,


Rekamkan aku drama dan aku akan mentraktirmu ‘tempura’! Tentu saja, jika direkam dengan blu-ray, akan kutraktir ramen


Setidaknya beritahu aku drama macam apa. Tanpa sengaja aku mendesah.

Aku berpapasan dengan adikku saat hendak ke kamar mandi, dan tanpa alasan yang jelas.

“Hii!”

Adikku menjerit aneh dan tersipu saat dia lewat.

Biasanya dia menghindariku, tapi hari ini dia tampak berbeda. Apa yang terjadi? Aku jadi penasaran?

Dan malam itu, sebuah insiden terjadi

“Kakak, boleh aku masuk?”

Adikku mengetuk pintu lalu masuk ke kamarku.

Untuk beberapa alasan dia memeluk handuk mandi di embernya, matanya berkaca-kaca layaknya seorang juara renang rampai.


“Ha-hari ini aku percayakan lagi padamu, Ka-kakak.”

“Hah, apa?”

Aku bertanya balik karena penasaran.

Lalu adikku pun terlihat seperti tersambar petir dan memberi wajah panik.

“Mana mungkin aku menjelaskan hal itu! Maksudku itu yang kita lakukan kemarin! Po-pokoknya, persiapkan dirimu!”

“Eh, kemarin?”

Bagaimana caranya aku bisa tahu apa yang sudah terjadi? Ini semua salah si bodoh itu karena tidak menuliskanya di catatan.

“Se-seperti apa yang kubilang tadi. Itu yang kita lakukan kemarin. Eng ….”

“Eh?”

Tepat ketika pikiranku bersiap untuk berjungkir balik, adikku berteriak marah, wajahnya memerah.

“Ter-terserah! Dasar pembohong!”

*Brak*

Adikku lalu berlari keluar kamar.

“Apa yang sudah dilakukan si bodoh itu?”

Apapun itu, aku akan menulis, ‘Adikku bertingkah aneh, apa kau tahu apa yang terjadi?’ di catatan. Besok lusanya dia menjawab dengan kata-kata yang di luar nalar.


Guhehe, tampaknya adikmu telah belajar kesenangan seorang wanita. Betapa indahnya itu (‘ngiler).


“Dasar jalang!”

Kemudian aturan lain pun telah di tambahkan.


Aturan No. 2: jangan macam-macam dengan adikku! Masih terlalu dini baginya merasakan kesenangan seorang wanita!


Dia orang yang lebih sebrono dari yang kukira.


Aku mencoba membuat daftar masalah yang sudah dia sebabkan.

Perempuan ini selalu mengeset alarm di mana aku hampir telat ke sekolah, tidak mengerjakan PR-ku, membuang pakaianku sembarangan. Tidak mengeringkan ‘futon’-ku, juga tidak mengisi baterai Ponsel-ku, membiarkan TV menyala saat tertidur, memakai data simpananku untuk melanjutkan ‘game’, selalu bergadang menonton anime, membuatku kekurangan tidur, dan memasang karakter Ki-chan [TL: maki dari love live mungkin] sebagai gambar latar ponsel-ku.  Dia juga masuk ke kamar mandi wanita, yang menyebabkan aku mendapat masalah ketika masuk kesekolah. Tinggal masalah waktu saja dan kamu akan terbiasa, dan berhenti menggunakan beha dan celana dalam wanita. Semua orang akan terkejut melihatmu saat berganti pakaian untuk pelajaran penjaskes.

Aku mencurahkan semua amarahku di buku catatan.

Besok lusanya dia menulis,


Aku tidak merasa aman tanpa celana dalamku! Sakamoto kecil ini terlalu sering berayun. Aku merasa tidak nyaman!


Kamu ini bicara apa?!

Dilanjutkan dengan,


Harusnya kamu ini seorang berandalan, Sakamoto. Tapi kamu malah mengomeliku seperti seorang ibu tiri dengan berkata, “Hikari, masih ada debu disini, kali ini bersihkan lagi yang benar!” atau semacamnya. (Hahaha)


Aku jadi marah setelah membacanya, sangat marah sampai aku menimpa data drama yang dia rekam dengan pertunjukan sumo.

Lalu besok lusanya lagi, aku dibangunkan oleh adikku bersama jeritannya.

Aku melihat sekeliling dan menemukan diriku berada di ruangannya. Adikku yang baru saja bangun, terlihat terkejut sama sepertiku. Aku baru tahu kalau aku hanya mengenakan celana dalamku saja, karena itu aku langsung segera menjelaskan, “Ini hanya salah paham! Ini hanya sebuah fenomena biologis!” meski begitu, aku sendiri tidak dapat memercayai alasan ini. “Anak ini!” ibuku terlihat kalap saat mengatakannya, dan ekspresi itu memberiku trauma yang permanen.


Aturan No. 3: hiduplah dengan cara yang wajar! Rekam saja anime tengah malammu dan jangan ikut menari saat lagu temamya dimainkan. Kamu bisa menarik perhatian adikku.


Apa dia sudah puas?

***


Omong-omong, kenapa aku berakhir di kebun semangka?


Hari itu, aku melontarkan pertanyaan yang membuatku penasaran.

Untuk beberapa alasan, aku tertidur dan bangun di kebun semangka sampai dua kali. Itu pengalaman yang sangat langka untuk disaksikan.

Menanggapi pertanyaan seriusku, Hikari Yumesaki menjawab,


Aku bangun, dan tahu-tahu menemukan diriku sebagai seorang anak lelaki. Selagi aku berkeliaran, kulihat ada kebun semangka. Dan saat aku melihat semangka, aku teringat akan payudara besar, lalu aku merenung dan tertidur. Jika kamu bertanya apa alasanku, bukankah kamu punya fetis mengenai anime – yang kamu sembunyikan itu – yang mengarah pada sepasang semangka? Jika kamu mentraktirku Koala March selama seminggu, akan kupertimbangkan untuk mengembalikannya.


“Kampret!”

Aku buru-buru menyalakan komputerku dan mencoba untuk membuka folder anime-ku, tapi yang terlihat hanyalah ‘pop-up’ <Wrong password>. Sialan, dia benar-benar melakukannya.

Dalam keputusasaanku, aku membeli sejumlah besar Koala March dari toserba.


Folder itu kusembunyikan di ‘Recycle Bin’! Hal semacam masturbasi itu tidak akan banyak berguna karena itu sama saja melakukan pelecehan seksual dengan cara yang kreatif! Tolong jangan banyak-banyak membuang tisu!


Sial, sepertinya aku sudah ditipu. Lalu kenapa harus berakhir di kebun semangka?


Aturan No. 4: berhati-hatilah dalam mengendalikan nafsumu, maksimal sekali sehari!


***

“Kamu kelihatan lelah, Akitsuki.”

“Ya, aku sekarat.”

“Oho, apa kemarin seintens itu?”

“Memangnya kemarin ada apa?!”

Setelah begitu banyak kekacauan, satu minggu telah berlalu lagi. Dan kini sudah hari Rabu lagi. Sekarang seminggu milikku ikut menjadi separuh. Entah kenapa, rasanya aku seperti sedang tersesat.

Gara-gara si bodoh itu, aku jadi kurang tidur, dan sekarang aku beristirahat di UKS.

Aku kemari karena aku punya banyak hal di pikiranku, bukan karena aku mau kabur dari tatapan para gadis di kelasku yang melihatku layaknya narapidana. Jelas bukan itu.

“Kesampingkan itu dulu, kenapa dari tadi kamu memegang ponsel-ku?”

“Yah, sudah selesai. Ini adalah aplikasi buatanku, yang dinamakan, ‘Kamu Pasti Bisa Mendapat Foto Celana Dalam!’ Jika kamu memotret dengan aplikasi ini, foto orang yang dipotret akan berubah menjadi foto dengan celana dalam. Ini aplikasi yang bisa membuat ketagihan.”

Lagi pula itu terasa menyedihkan, kamu memberi nama yang terlalu blakblakan.

“Ditambah, aplikasi ini sangat cerdas, bisa mencocokkan jenis celana dalam sesuai dengan wajah orang dan pakaian yang dikenakannya, katakan cheese~?”

*Jepret.*

Ponsel-ku mengeluarkan suara mekanik, dan pada layar terlihat seorang pemuda menyeramkan dengan kaos oblong. Hapus, hapus! Eh …?! Aku tidak bisa menghapusnya?! Sial, dia pasti telah melakukan sesuatu dengan pengaturannya.

“Omong-omong, apa kepribadian lainmu muncul sejak saat itu?”

“Hmm …, ya.”

Apa yang Higumo maksud dengan ‘sejak saat itu’ mungkin insiden menyangkut ruang ganti yang disebabkan Hikari Yumesaki tempo hari. Aku menjelaskan padanya bahwa itu ulah kepribadian lainku. Aku sungguh tidak berbohong waktu itu, karena itu memang bukan aku.

Tentu saja, niat untuk menceritakan kepada Higumo tentang Hikari Yumesaki pernah terlintas di otakku, tapi aku tidak melakukannya sampai sekarang. Dia tidak mungkin akan percaya padaku.

“Tapi belakangan ini, tampaknya kamu terlihat cukup senang. Para guru di kantor membicarakan tentang betapa aktifnya dirimu akhir-akhir ini. Sekolah bahkan memberikan buku panduan bagaimana menangani siswa yang membawa senjata ke sekolah. Aku akan membolehkanmu melihat panduannya.”

“Hei, tidak usah!”

Kubalik halaman pada itu buku dan sedikit menelusuri beberapa hal. Apa-apaan ini?


Jangan mengganggu siswa tersebut. Pertama, bicara padanya dan bertanyalah tentang keluarganya untuk menenangkan dirinya. Akan lebih baik jika kamu bisa mengatakan, “Jika kamu membuat masalah dan harus dibawa ke ruang konseling, HDD-mu juga akan di periksa.”


“Kenapa kalian semua memperlakukanku seperti teroris terselubung?”

Tapi itu hal yang wajar; yang pasti, sekolah akan waspada ketika ada seorang berandal yang patuh tiba-tiba menjadi radikal. Aku tidak menyangka Hikari akan menjadi orang yang segila itu, tapi karena dia sudah mati, kurasa ini bisa dijelaskan atas dasar kesedihannya. Lagi pula, apa alasan dia harus menikmati kehidupan orang lain?

“….”

Aku merasa gelombang air yang dingin membilas pikiranku.

Ya, pastinya hal seperti itu bisa terjadi.

Dia melakukan ini karena merasa sedih.

Dia sedih karena Hikari Yumesaki telah tiada.

Tentu saja itu reaksi yang wajar.

Bukan berarti dia tidak peduli akan kematiannya, dia hanya berpura-pura untuk tidak peduli.

Mengenai kematiannya, aku tidak punya beberapa hal untuk kukatakan, nyatanya memang tidak ada.

Itu mungkin tidak berlangsung selamanya, tapi jika dia bermaksud melanjutkan hidup sambil menahan emosinya, aku tidak akan bertanya padanya.

Akan tetapi, ada sesuatu yang ingin sekali kuketahui.

“Begini, Bu ….”

“Hmm?”

Bahkan aku sendiri berpikir kalau pertanyaanku ini tidaklah lumrah.

“Jika suatu hari kamu di buang ke dunia antah-berantah karena seseorang, apa yang akan kamu lakukan? Kamu tidak tahu apa pun tentang dunia itu, tidak ada seorang pun akan datang menolongmu, dan tidak ada kepastian bahwa kamu bisa kembali ke dunia asalmu. Jika seperti itu, kamu akan membenci orang itu, ‘kan?”

Saat aku selesai dengan pertanyaan itu, rasa sesal menghinggapiku.

Kenapa aku malah mendiskusikan masalah ini dengan seseorang yang hidup bebas seperti rumput laut yang bergoyang? Dia hanya akan berkata, “Itu ucapan yang sangat menyentuh untuk seorang berandalan. Apa otakmu bermasalah?”

Tapi kata-kata itu sudah keluar dari mulutku, dan aku tidak bisa menariknya kembali.

Suasana hening yang tidak biasa mulai mengisi ruangan ini.

“Hmm ….” Higumo menunjukkan wajah yang bingung. Berharap saja kalau dia bisa memberi jawaban yang layak setelah menunjukkan ekspresi seperti itu.

“Hmm, jika itu aku.”

“Ya, apa yang akan kamu lakukan?”

“Mungkin aku akan sedikit menikmati hidupku. Kedengarannya seperti banyak hal menyenangkan yang menungguku”

“… begitukah?”

Bahuku terturun, rongga-rongganya tampak tertusuk di dalam. Jawaban Higumo begitu bebas seperti dirinya.

Yah, aku kira seperti itu. Bahkan jika dia menjawab dengan benar, aku akan dibingungkan dengan jawabannya.

“Meski begitu ….”

“Hmm?”

Bel berbunyi, pertanda berakhirnya pelajaran.

Higumo melanjutkan seolah berlomba dengan bel.

“Jika kamu sekhawatir itu, kenapa tidak bertanya langsung pada orangnya sendiri? Memangnya kamu pikir aku tahu jawabannya?”

“!”

Aku menengadah hanya untuk melihat Higumo yang menatapku.

Dia terlihat seperti sedang tersenyum padaku.

“Jangan khawatir. Kamu orang yang baik. Apa pun yang sudah diperbuatnya, orang baik itu akan selalu dimaafkan.”

“Aku? Orang yang baik?”

“Iya.”

“Kok bisa?”

“Karena kamu selalu menaruh perhatianmu pada sesuatu semacam ini. Begitulah.”

“….”

Kuabaikan dirinya karena tidak mengerti tentang apa yang beliau coba katakan padaku.

Tapi kata-kata tadi masih mengganggu pikiranku. Ah, sungguh tidak nyaman.

“Dah, aku mau pulang.”

Aku bangkit dari kursiku dan meninggalkan ruangan ini untuk kabur dari kata-kata beliau.

Dan kata-kata tambahan diucapkannya dari belakangku.

“Akitsuki.”

“Hmm?”

“Apa kamu tidak akan memotong rambutmu?”

“Jangan sok mengatur!”

“Oho, rambutmu terlihat rapi hari ini. Akhirnya kamu perhatian dengan itu?”

“… jangan sok mengatur.”

Kenapa orang seperti beliau bisa populer di kalangan para murid?

Rasanya aku mulai mengerti.

***

Dan pada malam itu, aku berusaha menulis kalimat paling rapi yang bisa kutulis pada buku catatan.

Tapi semakin aku berusaha, semakin berantakan jadinya.

Meski begitu, aku tidak menghapus yang sudah kutulis. Jika aku menulisnya, aku tidak akan punya keinginan untuk menulis lagi.


Apa kamu membenciku?

Meski kamu membenciku, aku pun tidak bisa berbuat apa-apa.


Setelah selesai menulis, kuletakkan pulpenku dengan perlahan.

Dia tidak bisa kembali ke dunianya lagi.

Tidak peduli seperti apa keinginannya, dia harus hidup sebagai Akitsuki Sakamoto dari sekarang.

Bahkan jika dia punya sesuatu yang dia ingin lakukan, dia tidak bisa melakukannya, dan tidak peduli seberapa pedihnya dia menyadari hal ini, dia tetap tidak bisa lari, aku adalah orang yang mengunci jiwanya.

Di saat yang sama, kupikir bahwa ini mungkin ide yang bagus untuk membiarkan dia hidup dalam tubuhku.

Tapi, mungkin dia tidak berpikir seperti itu.

Soalnya ….

“….”

Aku mungkin akan membakar buku catatanku jika ini tetap kulanjutkan. Jadi aku berbaring di kasurku seolah ingin lari dari kenyataan.

Dan kuucapkan selamat tinggal pada diriku hari ini.

***

Aku terbangun di pagi hari, dan kamarku masih gelap.

Jejak samarku tenggelam di dunia tanpa warna saat aku menuju ke buku catatan.

Aku membukanya, dan melihat yang tertulis disitu,

“Hah ….”

Aku mendesah untuk beberapa alasan.

Meskipun dalam gelap, aku bisa dengan jelas melihatnya.


Terima kasih sudah menyelamatkanku. Merasa depresi tidak akan menyelesaikan masalah, tapi hidupku sekarang ternyata menyenangkan. Manjadi anak lelaki tidak begitu buruk! Mulai sekarang, mohon bantuannya, ya, partner!


Tulisannya lebih bagus dari yang biasanya.

Dia kemudian melanjutkan,


Syukurlah kamu yang menyelamatkanku, Sakamoto.


Ada kotak berpita cantik yang diletakkan di atas meja. Entah kenapa, samar-samar bisa kucium bau coklat. Aku pun tidak begitu yakin tentang yang harus kuperbuat dengan perban di jari telunjukku ini.

Setelah meyakinkan diri melihat yang dia tulis, aku menggosok mataku yang sudah bengkak dan menutupi diriku lagi dengan selimut.

“Mohon bantuannya juga, Hikari Yumesaki.”

Kuucapkan itu pada partnerku yang belum pernah kutemui.

Aku mengeset kembali alarm ke waktu yang biasa, lalu kembali tidur.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar